Senin, 26 Maret 2012

Pendidikan adalah proses humanisasi


Ponco Putro Widodo. S.Pd.B

1. Pendidikan adalah proses humanisasi,  mengapa demikian?
Jawab :
Humanisasi pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan. Jika dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan dunia, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi, sedang pendidikan sebagai praktik pembebasan dan humanisiasi memandang kesadaran sebagai suatu “hasrat (intention) terhadap dunia.
Dalam pendidikan yang humanis, ketika sudah menindaklanjuti rasa keingintahuan kita sebagai peneliti dan penyelidik (bukan termenung saja), dan ketika kita sudah berhasil mengakses ilmu pengetahuan, kita akan otomatis mengetahui dengan pasti kapasitas kita untuk dapat mengenali atau menciptakan ilmu pengetahuan baru. Selain itu, kita dapat mengidentifikasi dan mengapresiasi apa yang masih belum diketahui. Guru yang humanis harus tepat dalam memahami hubungan antara kesadaran manusia dan dunia, dan antara manusia dan dunia. Bentuk pendidikan yang membebaskan melalui definisi ini menawarkan suatu “arkeologi kesadaran”. Kesadaran timbul dari kemampuan mempresepsi diri. Pendidikan berupaya memberikan bantuan untuk membebaskan manusia di dalam kehidupan objektif dari penindasan yang mereka alami.
Pendidikan diyakini sebagai kunci pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia. Namun, pendidikan kita mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan demikian karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Sebagai contoh Tawuran antar pelajar terutama dikota kota besar, aborsi, penyalahgunaan pornografi, pelanggaran etika dan norma-norma sosial lainnya yang kini mewabah di kalangan terpelajar menunjukkan bahwa selama ini telah terjadi dehumanisasi pendidikan pada hampir setiap jenjang pendidikan.
Bisa juga dikatakan bahwa pendidikan kita mengalami “kegagalan” apabila kita menengok beberapa kasus beberapa saat yang lalu telah muncul ke permukaan. Berbagai macam kasus kekerasan yang merebak dalam kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan kita, mengindikasikan bahwa pendidikan belum mempunyai peran signifikan dalam proses membangun kepribadian bangsa kita yang punya jiwa sosial dan kemanusiaan.
Kritik dan keprihatinan tersebut sangat beralasan. Realitas proses pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah selama ini sama sekali tidak memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis mereka. Peserta didik masih saja menjadi obyek. Mereka diposisikan sebagai orang yang tertindas, orang yang tidak tahu apa-apa, orang yang harus dikasihani, oleh karenanya harus dijejali dan disuapi. Setiap hari indoktrinasi dan brainwashing terus saja terjadi terhadap anak-anak. Anak-anak terus saja dianggap sebagai bejana kosong yang siap dijejali aneka bahan dan kepentingan demi keuntungan semata. Anak-anak dipasung kebebasannya, tidak lagi dilihat sebagai anak (lebih-lebih di pendidikan dasar), tetapi sebagai robot, beo, dan kader politik mini yang hanya tahu melaksanakan perintah ”tuan”nya.


2. Transformasi menentukan keberhasilan  tujuan pendidikan, mengapa demikian?
 Jawab:
               Problematika pendidikan Indonesia dewasa ini saling timpang tindih. Hal ini seiring dengan konteks zamannya dan hingga sekarang masih diyakini sebagai aspek penting kehidupan bangsa untuk dijadikan strategi dalam mengangkat derajat manusia Indonesia melalui pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Meskipun hingga kini dunia pendidikan kita dililiti persoalan-persoalan yang dilematis dan belum terselesaikan secara menyeluruh.
               Mengingat fenomena masyarakat dewasa ini yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat global dengan segala tantangan perkembangan zaman. Oleh karena itu, penting kiranya dunia pendidikan perlu melaksanakan kontekstualisasi dalam upaya transformasi untuk merevitalisasikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terkover dalam dunia pendidikan kita.
               Kedatangannya, arus global menjadi pergulatan sengit pendidikan kita yang menjadi genting untuk terbawa arus tersebut. Realitannya, globalisasi bisa menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) tinggi dan juga bisa menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) rendah. Semakin seorang kuat keinginannya, semakin mudah jalannya karena globalisasi. Sebagaimana bangsa Indonesia tentu sudah sepantasnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap masa depan generasi (anak bangsa) sehingga mereka mampu membentengi diri dalam menghadapi globalisasi dan membawanya kepeningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).
               Tidak luput, dalam konteks masa depan yang pastinya akan didominasi oleh arus kehidupan global. Menurut Mochtar bahwa dunia pendidikan membutuhkan proses transformasi supaya pendidikan mampu memberikan bekal pada generasi mendatang. Pendidikan Transformatif adalah perubahan wajah dan watak yang terjadi pada sistem pendidikan. Kalau pendidikan masih mengandalkan aspek kongnitif semata maka dunia pendidikan kita tentu akan ketinggalan jauh dengan bangsa-bangsa lain.
               Saat ini, coba kita ingat kembali bahwa transformasi kurikulum kita dari CBSA hingga KTSP merupakan perwujudan dari transformasi. Hal ini untuk menciptakan peserta didik agar memiliki kesadaran kritis dalam melihat kenyataan-kenyataan dalam kehidupan global dengan memperhatikan nilai-nilai humanis yang ada. Orientasinya, bukan kecerdasan semata, atau keterampilan saja namun diarahkan siap menghadapi persoalan-persolan global yang menjadi persoalan umat manusia.
Secara signifikan, posisi pendidikan menempati model pendidikan yang dilakukan secara sadar dan terencana dengan baik dalam mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan konteks zaman yang dihadapinya. Katakan saja, Pendidikan Transformatif mengajarkan pendidikan yang tidak bersifat stagnasi (kemandekan).
               Sebagai langkah strategis, dunia pendidikan harus melakukan rekonstruksi pemikiran menuju pemikiran yang lebih transformatif dan berwawasan global, yakni sebuah pemikiran yang mampu membaca kondisi riil masyarakat di dunia global saat ini yang di antaranya peluang dan tantangannya dalam keberlangsungan hidup manusia serta mampu mengambil sikap yang berwawasan masa depan dengan tetap mengawali nilai-nilai humanis dalam pendidikan.
               Cita-cita pendidikan kita sekarang dapat menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran kritis dengan membawa perubahan sosial di masyarakat begitu cepat. Tentunya pemikiran pendidikan kita bisa mengarah pada pendidikan yang bertranformatif dan berwawasan global. Realitanya, ternyata dunia pendidikan kita masih didominasi oleh proses penggalihan ilmu pengetahuan semata dengan menghasilkan produk manusia mekanik yang tidak memiliki kesadaran kritis terhadap kondisi riil yang terjadi di masyarakat, dan terkait dengan fitrah manusia sebagai sumber masalah.
               Selanjutnya, dalam konteks pendidikan kritis peserta didik dibimbing supaya struktur sosial, ekonomi, budaya, agama dan politik tidak diterima begitu saja, tetapi justru dipersoalkan, pendidikan menolong peserta didik mengkritik kenyataan struktural yang tidak adil. Perlu dipahami bahwa pendidikan kritis itu merupakan revolusi teori dan praktik dalam pendidikan. Sedangkan pendidikan kritis memiliki ciri umum yakni, adanya dialog antara pendidik dan peserta didik, kontruksi sosial sebagai sumber ilmu pengetahuan, pendidikan sebagai pembebasan dari sebuah sistem, dan pendidikan sebagai wujub perjuangan.
               Kita baca ulang sistem pendidikan nasional kita yang berorientasi pada kepentingan pemerintah dan bukan untuk kepentingan anak didik, pasar, dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat. Alasannya, strategi pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negara ini cepat sejajar dengan bangsa dan negara yang lain lebih maju. Namun, dalam implikasi perkembangannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Keahlian dan penguasaan IPTEK yang diperoleh seusai menamatkan studinya berada dalam posisi “dimiliki” secara individual dan “siap dijual” melalui kontrak kerja demi uang, bukan dalam posisi “menjadikan diri” sebagai ilmuan yang peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan, bangsa, dan negara.
               Seperti itulah gejolak pendidikan yang sering kita jumpai saat ini. Uang dan kekayaan materi benar-benar telah menjadi kekuatan, kekuasaan, dan alat kontrol kehidupan yang mengantarkan individu yang bersangkutan ke tempat lebih tinggi, menyenangkan, aman, dan terhormat. Tetapi, semua itu hanya kembali pada individual tidak kepada abdian pada bangsa dan negara.
Akhirnya, Musthofa Rembangy sebagai pemberi gagasan visoner yang mengulas secara konprehensif problematika pendidikan dalam abad ini dengan konteks kebijakan kritis. Setidaknya, Pendidikan Transformatif bisa memberikan gagasan yang lebih sinergik dalam era globalisasi. Sebab, dunia semakin hari bukan semakin lambat dalam berkembang. Untuk itulah mempersiapkan generasi yang lebih kritis di tengah pusaran arus globalisasi perlu ditanamkan sejak dini.

3. a. Demokrasi.

1.    Hukum dan Pertumbuhan Ekonomi 

Konsep pertumbuhan ekonomi pada dasar-nya mengacu pada konsep pertumbuhan ekonomi yang diterapkan formulasinya oleh Max Weber. Formula yang dikembangkan oleh Max Weber membutuhkan hukum sebagai salah satu landasan pembangunan industrialisasi di Eropa. Menurutnya peranan hukum dalam pembangunan setidaknya harus mampu menciptakan lima kondisi yaitu Stability, Predictibality, Fairness, Education, dan The special development abilities of the lawyers.
Diperlukannya predictibility (prediktibilitas) adalah ketika sebuah negara dimana masyarakatnya berada dalam tahap memasuki tahapan pemba-ngunan ekonomi dari masa masyarakat tradisional. Tahapan ini menunjukkan terjadinya masa transisi masyarakat dari kondisi masyarakat tradisional menuju masyarakat industri. Pada masa ini hukum juga berperan untuk menjadi penyeimbang dan harus mampu mengakomodasi kepentingan para pihak yang berkompetisi dalam bidang ekonomi.
Aspek fairness dalam hal ini bahwa hukum sangat berperan guna menciptakan keadilan pada proses-proses di peradilan. Hukum juga harus berperan dalam menjamin sebuah mekanisme pasar yang fair dan menjaga dari kekuatan ekses biro-kratis. Peranan ahli hukum untuk mendorong pembangunan hukum ekonomi sangat diperlukan, sebagai contohnya di Amerika Serikat peran ahli hukum adalah dalam proses mendiskusikan kebijakan-kebijakan pembangunan dalam proses di pengadilan.
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertum-buhan ekonomi berpokok pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pembangunan mengandung makna yang lebih luas, peningkatan produksi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, salah satu hal penting yang terdapat dalam pembangunan adalah meluasnya kesempatan kerja yang bersifat produktif (productive employment). 
Pembangunan ekonomi seharusnya membawa parti-sipasi aktif dalam kegiatan yang bersifat produktif oleh semua anggota masayarakat yang ingin dan yang mampu untuk berperan serta dalam proses ekonomi. Pembagunan merupakan suatu transfor-masi dalam arti perubahan struktural, yaitu: peru-bahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada perimbangan-perimbangan keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi. 
Pembangunan dalam arti luas harus meli-puti pertumbuhan (sebagai salah satu ciri pokok proses pembangunan). Laju pertumbuhan yaitu cepat-lambatnya produksi barang dan jasa harus cukup tinggi dalam arti melampaui tingkat pertum-buhan penduduk. Walaupun demikian konsep pemi-kiran antara konsep pertumbuhan dan pembangunan ekonomi keduanya berjalan secara beriring dan berdampingan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan seba-gai salah satu parameter keberhasilan pembangunan ekonomi sebuah negara. 
Salah satu cara untuk mencapai pertum-buhan ekonomi yang baik adalah ketika Negara dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat bekerja dan hidup layak. Kenaikan pertumbuhan ekonomi 1% pada tingkat pertumbuhan ekonomi 6% dapat menyerap sekitar 600.000 tenaga kerja. Indonesia setidaknya memerlukan dana Rp. 122 Trilyun untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dari semula 5% menuju tingkat pertum-buhan 6%.  (Michael Todaro, 1994)
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Pengangguran di Indonesia pada saat ini diperkirakan mencapai sebelas juga orang. Pening-katan angka pengangguran secara langsung akan meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, oleh karena itu salah satu upaya untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi dalam proses pembangunan ekonomi di Indonesia adalah mening-katkan jumlah investasi asing di Indonesia.
Masuknya investasi asing di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya untuk menaikkan angka pertumbuhan di Indonesia. Keberadaan peru-sahaan-perusahaan asing untuk menanamkan modal-nya di Indonesia akan membawa efek katalisator atau pertumbuhan selanjutnya dari perekonomian nasional (Muhammad Sadli, 1969).
Penanaman modal asing dipandang sebagai suatu instrumen khusus yang menarik dan sebagai alat untuk meningkatkan saham-saham investasi negara berkembang karena penanaman modal asing jarang meninggalkan negara berkembang bila terjadi krisis ekonomi dibandingkan dengan investasi lain. 
Pertumbuhan ekonomi dunia dengan munculnya Cina dan India sebagai kekuatan ekonomi dunia menjadikan Indonesia perlu segera berbenah untuk menarik masuknya modal asing guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi seperti kedua negara tersebut. Untuk hal itulah maka hukum diperlukan sebagai salah satu cara untuk mengatur kepentingan pembangunan ekonomi. 
Kemajuan pembangunan ekonomi membawa berba-gai dampak bagi perubahan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang tradisional dengan berbasis sistem agraris dengan masuknya investasi asing di Indonesia turut pula mendorong terciptanya moder-nisasi hukum. Beberapa bentuk masyarakat modern dicirikan sebagai berikut:
1.         membuka diri pada pengalaman-pengalaman yang baru
2.         memiliki tingkat independensi yang cukup tinggi
3.         sangat meyakini arti dan peran penting ilmu dan teknologi
4.         memiliki ambisi terhadap pencapaian tujuan melalui tingkat pendidikan;
5.         memiliki perencanaan yang terukur secara jelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan;
6.         sangat aktif dalam kehidupan sosial dan politik (John Ohnesorge, 2007)
Dalam pembangunan yang terjadi di Indonesia, masyarakat modern Indonesia yang pada umumnya diwakili oleh kaum muda profesional cenderung mencoba hal-hal yang baru dalam hidupnya. Secara positif hal itu akan menimbulkan sebuah tantangan baru yang akan menambah penga-laman dan kemampuannya, akan tetapi sisi negatif yang dihasilkan juga berdampak cukup besar seperti meningkatnya angka pengguna narkoba di Indonesia.
Masyarakat muda Indonesia memiliki kecenderungan independensi serta tingkat indivi-dual yang tinggi, secara positif generasi muda akan mampu bekerja secara mandiri, akan tetapi secara negatif proses sosialisasi dan kebersamaan sebagai bagian dari warga masyarakat serta kecenderungan untuk tidak peduli terhadap sesama juga berjalan seiring.
Generasi muda Indonesia juga cenderung untuk meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini tentu akan berpengaruh pada peningkatan kualitas warga terdidik di Indonesia. Bila hal ini terjadi maka harapan selan-jutnya adalah ketika sistem pemerintahan dan swasta dipegang dan dikendalikan oleh orang berpendidikan, maka harapan akan masa depan negara yang lebih baik akan terwujud. Peningkatan kualitas pendidikan warga Indonesia akan meng-akibatkan pada pola fikir yang lebih terarah dan terencana dalam mengerakkan pembangunan di Indonesia. 
Masalah keterbukaan dengan disertai ting-kat edukasi yang tinggi juga akan dapat meng-akibatkan generasi muda terdidik saat ini memiliki kecenderungan untuk aktif dalam usaha kegiatan yang mendorong pada perubahan secara sosial dan politik. Hal ini diharapkan dapat mengerakkan pro-ses tranformasi terjadi di Indonesia.

2.    Sistem Hukum
Sistem hukum berkait dengan tiga hal, yaitu: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Pertama, struktur hukum, menurut Friedman: ”First many features of working legal system can be called structural the moving parts, so speak of the machine courts are simple obvious example; their structure can be described; a panel of such and such size, sitting at such and such time, which this or that limitation on jurisdiction. The shape size and power of legislature is another element of structure. A written constitution is still another important feature in structural landscape of law. It is, or attempts to be, the expression or blue print of basic features of the country’s legal process, the organization and framework of government”. (Lawrence Friedman, 1984).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka struktur hukum yang merupakan bagian dari sistem hukum meliputi institusi yang diciptakan seperti lembaga hukum, dan organisasi pemerintah. Dalam kaitan ini maka peran dari pemerintah dan lembaga-lembaga Negara untuk mendorong sebuah proses pembangunan sangat diperlukan. Sebagai contohnya adalah pada saat ini perlu adanya penguatan atas lembaga-lembaga di daerah untuk mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif di daerah. 
Aparatur penegak hukum, aparatur Negara perlu menciptakan sebuah kondisi yang kondusif bagi terciptanya iklim investasi d Indonesia. Seba-gai contohnya yaitu Kabupaten Indramayu mene-rapkan proses satu atap serta transparansi atas proses-proses perizinan bagi pelaksanaan investasi di daerahnya. Hal ini perlu didukung mengingat pembangunan membutuhkan investasi dalam jum-lah yang besar. Kedua, substansi hukum, Friedman menya-takan:
”the second type of component can be called substantive. These are actual product of the legal system-what the judges, for example: actually say and do. Substance includes, naturally, enough, those proposition referred to legal rules; realistically, it is also includes rules which are not written down, those regulaties of behavior that could be reduces to general statement. Every decision, too is substantive product of the legal system, as is every doctrine announced in court, or enacted by legislature, or adopted by agency of government”. (Lawrence Friedman, 1984).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat diartikan sebagai putusan hakim pengadilan juga produk peraturan perundangan. Pembangunan hukum di negara-negara berkembang umumnya menduplikasi atau menerapkan aturan hukum yang ada di negara-negara Barat yang notabene adalah negara bekas penjajahnya. Negara Barat memer-lukan hukumnya untuk dicangkokkan di negara-negara berkembang mengingat bahwa terdapatnya kepentingan ekonomi industrialisasi negara-negara maju atas negara-negara berkembang.
Dalam kaitan dengan pembangunan eko-nomi, maka peran perundang-undangan adalah sangat penting dimana Indonesia harus mampu menciptakan sebuah peraturan perundangan yang mampu mendorong terciptanya peningkatan pemba-ngunan ekonomi. Munculnya UU No.26 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diharapkan mampu menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif bagi pemodal asing khususnya untuk bersedia menanam-kan modalnya di Indonesia.  
Ketiga, budaya hukum (legal culture). Budaya hukum dimaksudkan sebagai pandangan, sikap, serta atau nilai yang menentukan berjalannya sistem hukum dan menjadi kebudayaan suatu bangsa. Pandangan dan sikap masyarakat terhadap hukum sangat bervariasi, dipengaruhi oleh subkul-tur, seperti: etnik, jenis kelamin, pendidikan, keturu-nan, keyakinan (agama), dan lingkungan. 
Berkait dengan pembangunan ekonomi maka konsep pembangunan dipandang dalam berbagai sudut pandang, masyarakat akan meman-dang sebuah pembangunan beserta aturan hukum yang mendukungnya secara berbeda. Masyarakat Indonesia yang beragam kultur dan etnik meng-akibatkan munculnya beragam pemahaman terhadap arti sebuah pembangunan. Pembangunan yang dilangsungkan di daerah bersentuhan dengan kebu-tuhan riil masyarakat dan suku tertentu. Masuknya investasi asing perlu diimbangi dengan konsep free informed concent dimana msayarakat diberikan informasi seluas-luasnya terhadap masuknya pene-trasi modal asing ke daerahnya yang bertujuan menaikkan taraf hidup masyarakat serta mening-katkan jumlah lapangan kerja di daerah sehingga pengangguran di daerah dapat ditekan.



3.    Demokrasi dan Pembangunan
Perubahan pandangan terhadap pemba-ngunan muncul ketika terjadi krisis ekonomi dan munculnya polarisasi yang tajam antara Negara-negara Utara dan Selatan. Kaitan antara demokrasi dengan pembangunan atau secara umum dikatakan antara arsitektur politik dengan pembangunan ekonomi telah menjadi perdebatan yang hangat di Eropa sejak akhir abad ini. Masalah demokrasi dan pembangunan ini pada awalnya telah menjadi bahan kajian dari ilmuwan Islam, Ibnu Khaldun yang menjelaskan sebuah teori materialis pembangunan.
Perdebatan hangat muncul di negara yang menghadapi pembangunan pada yang menghadapi industrialisasi dan urbanisasi. Perdebatan ini muncul pasca terjadinya kolonisasi dimana negara-negara yang baru merdeka menjalankan pemba-ngunan. Selain itu pula pada saat itu muncul peranan yang Sangat dominan dari organisasi keuangan internasional yang mempunyai kemam-puan untuk mempengaruhi kebijakan suatu negara.

                       
4.    Demokrasi
Demokrasi pada awalnya diperkenalkan sebagai sebuah pemahaman negara-negara barat. Banyak para pemikir barat yang memulai untuk menekankan nilai-nilai demokrasi, akan tetapi sayangnya metodologi yang digunakan adalah ber-asal dari faham metodologi barat.
Hubungan antara pemerintah dengan rak-yat yang diperintah, dapat dikategorikan dalam dua bentuk relasi:
sistem diktator, dimana: (a) publik secara relatif mampu memberikan pengaruh kepada peme-rintah, dan/atau (b) terjadinya tindakan represif terhadap kaum minoritas;
sistem demokratis, dimana: (a) publik yang telah dewasa memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilu, (b) terdapatnya pengakuan atas hak-hak kaum minoritas. (Sankhder & Nagel, 2002).
Beberapa negara akan menerapkan sistem sesuai dengan sejarah dan kebudayaan masing-masing bangsa. Indonesia sebagai salah satu negara yang mencoba menerapkan demokrasi sesung-guhnya dapat ditinjau dari faktor sejarah ketika Indonesia mengalami proses penjajahan dimana kita bersinggungan dengan nilai-nilai kultural bangsa barat yang memperkenalkan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan individual. 
Kesepakatan terhadap makna demokrasi adalah pembagian kekuasaan (sharing of power) diantara beberapa kelompok dalam kehidupan suatu bangsa, dalam hal ini dapat berupa hak-hak yang mendasar berupa kebebasan untuk berekspresi, serta kebebasan untuk melakukan persaingan serta pula mampu mempengaruhi para pengambil keputusan. 
Persoalan utama yang muncul adalah ketika makna demokrasi tersebut berhadapan dengan berbagai macam kondisi kultural yang beragam, maka makna demokrasi tidak lagi seragam. Oleh karena itu mungkinkah dengan beragamnya budaya di dunia ini kita mampu mengoperasikan makna dan konsep demokrasi? Negara-negara totaliter yang mengalami proses transisi demokrasi acapkali mengalami beberapa kekerasan serta konflik. Indikator untuk menen-tukan keberhasilan sebuah demokrasi adalah ketika kebebasan untuk menyuarakan pendapat (freedom of speech) serta dihargainya kebebasan masyarakat sipil. Munculnya negara-negara yang sedang mela-kukan tahapan transisi dari negara otriter yang didominasi oleh kekuatan militer menuju pada sebuah negara yang tunduk pada kekuatan sipil, maka kekuatan ekonomi akan terkonsentrasi hanya pada kelompok tertenu saja. 
Indonesia adalah sebuah Negara yang sedang mengalami proses transisi demokrasi. Ketika kekuatan militer berhasil ditumbangkan, maka kekuatan pemegang modal mulai mengandalikan kekuasaan pemerintahan Negara. Dengan kekuatan modalnya beberapa Penguasa berupaya untuk menduduki jabatan-jabatan politik di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa jabatan Negara mulai dari yang terendah hingga tertinggi mampu dikuasai oleh beberapa pengusaha.  
Demokrasi pada konteks ini menjadikan para pemegang kekuatan ekonomi akan berupaya untuk mempengaruhi setiap kebijakan yang ada di negara tersebut. Hal ini terjadi di negara-negara barat ketika pertama kali menerima konsep demokrasi.
   
5.    Demokrasi dan Pembangunan
Demokrasi dan keadilan acapkali saling bertentangan, dapatkah demokrasi dikondisikan untuk mendorong sebuah pembangunan. Sejak dipublikasikannya The Wealth of Nation dua abad lalu, beberapa ahli hukum berpendapat bahwa desentralisasi kekuasaan politik serta liberalisasi pasar mendorong terciptanya investasi dan pertum-buhan ekonomi. 
Menjadi sebuah pertanyaan mendasar apakah kekuatan represif yang dilakukan oleh negara dalam melaksanakan pembangunan lebih diutamakan guna menarik kepentingan investor, ataukah tuntutan demokrasi rakyat dengan frekuensi perubahan dan pergantian kekuasaan dalam sebuah negara lebih diutamakan? Dalam kaitan dengan pembangunan di Indonesia demokrasi sempat meng-alami pasang surut. Pada masa Orde Baru kekuatan ekonomi lebih mengedepan dimana pembangunan bertumpu pada masuknya investasi asing di Indonesia.
Untuk menjamin masuknya investasi asing, maka bentuk pembangunan yang seragam dengan menekan pada stabilitas mengakibatkan beberapa pihak yang berseberangan dengan kebijakan peme-rintah mengalami tekanan secara represif. Pada masa Demokrasi terpimpin dengan pemusatan kekuatan di tangan satu orang yaitu Presiden meng-ambil sikap yang berbeda, yaitu anti modal asing. Dalam hal ini maka pembangunan yang harus dilakukan pada masa Reformasi adalah pemba-ngunan ekonomi yang harus memperhatikan pula hak-hak masyarakat yang beragam (plural). Pada sisi lain masyarakat juga harus memahami bahwa masuknya modal asing akan mampu mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia. Secara riil akan membuka peluang kesempatan kerja bagi rakyat.
Demokrasi dapat kita katakan merupakan hasil dari pembangunan. Demokrasi dan pemba-ngunan pada hakikatnya dapat saling menguatkan, dalam artian bahwa kita tidak membenturkan antara demokrasi pada satu sisi dengan pembangunan di sisi yang lain. Perubahan dalam sebuah susunan bangunan masyarakat (Negara) dapat berubah dan tergantikan, yang kaya dapat menjadi miskin demi-kian pula sebaliknya yang miskin dapat menjadi kaya, dengan demikian tanpa kekuatan fondasi ekonomi yang kukuh dalam pembangunan, maka demokrasi akan kehilangan maknanya.
Dari hasil kajian penulis, maka pada akhirnya didapatkan sebuah kesimpulan bahwa demokratisasi dapat meningkatkan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa demokratis adalah sebuah sistem dimana terdapat adanya pengakuan atas hak-hak kaum minoritas. Dengan demikian bila ada kaum minoritas ingin melakukan kegiatan usaha di Indonesia, dia akan dilindungi hak-haknya oleh hukum. Apabila pengusaha tersebut merasa aman dan nyaman dalam melakukan kegiatan usah, sudah barang tentu pertumbuhan dan stabilitas ekonomi pun akan semakin membaik.
Sementara peranan hukum dalam pemba-ngunan ekonomi pada masa transisi demokrasi juga merupakan hal yang penting dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa demokrasi di Indonesia sempat mengalami pasang surut. Indonesia sempat berkali-kali berganti sistem demokrasi, mulai dari demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila sampai kepada demokrasi rakyat. Perubahan-perubahan yang sangat cepat ini tentu akan membuat khawatir para pelaku usaha maupun investor asing. Oleh karenanya peran perundang-undangan sebagai produk hukum adalah sangat penting dimana Indonesia harus mampu menciptakan sebuah pera-turan perundangan yang mampu mendorong tercip-tanya peningkatan pembangunan ekonomi. Mun-culnya UU No.26 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diharapkan mampu menciptakan iklim berin-vestasi yang kondusif bagi pemodal asing khu-susnya untuk bersedia menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan demikian dapatlah disimpulkan antara hukum dan demokrasi adalah hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan apabila hendak mencapai pembangunan ekonomi di Indonesia

b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan muncul sebagai akibat daripada aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari para ilmuwan terdahulu yang merubah pengetahuan menjadi inovasi teknologi dan pemikiran yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari lembaga pendidikan tinggi. Dimana pada abad-20 peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berarti bagi lembaga pendidikan tinggi.
Sehingga pada abad-20 mampu mendorong perkembangan yang lebih cepat dalam bidang industri, informasi, komunikasi, transportasi dan pertanian.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, dan bahkan juga di negara-negara Asia misalnya Jepang dan China. Hal ini disebabkan karena:
1. Masih terbatasnya jumlah orang Indonesia yang mendapatkan pendidikan barat terutama pendidikan tinggi
2. Kurangnya keinginan dari pemerintah maupun perusahaan swasta yang ada di Indonesia untuk dapat melakukan alih teknologi
3. Tidak adanya inovasi teknologi yang berarti di dalam masyarakat Indonesia itu sendiri
Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia mulai berkembang dimana ditandai dengan adanya perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga telah membentuk Badan Pengkajiaan dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, maka penyebaran informasi dan juga komunikasi di Indonesia pun sudah mulai berkembang.
Informasi sangat diperlukan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia berhak atas informasi yang benar untuk mengatur kehidupannya dengan tepat dan membina dirinya. Manusia yang tidak memiliki pengetahuan tentang fakta dan tidak sempat memahami pandangan yang berbeda-beda, tidak dapat mengadakan pilihan secara tanggung jawab.
Penyampaian suatu informasi di Indonesia disebarkan melalui media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet. Teknologi informasi selain membawa dampak yang sangat menguntungkan bagi manusia, teknologi informasi dapat juga menyebabkan terjadinya polusi atau pengotoran informasi.
Selain daripada berkembangnya teknologi informasi di Indonesia teknologi komunikasi pun sudah mengalami perubahan yang sangat cepat. Dimana pertama sekali perkembangan komunikasi di Indonesia ditandai dengan sambungan telepon lokal, dan kemudian berkembang menjadi sambungan jarak jauh dan juga membangun sistem komunikasi yang mampu menghubungkan dan menyebarkan informasi keseluruh wilayah Indonesia dan seluruh dunia secara efektif dan efisien.
Pada masa sekarang ini proses komunikasi di Indonesia sudah mengalami perubahan yang sangat cepat, sebagai akibat perubahan teknologi komunikasi. Proses komunikasi yang terpenting adalah:
1. Pengumpulan informasi/pengalaman
2. Penyimpanan informasi
3. Memproses informasi
4. Pemilihan/pengeluaran informasi
5. Menstransmisi/menyebarluaskan informasi
6. Umpan balik atau balikan informasi
       Pada saat ini hampir 90 % di semua wilayah Indonesia telah ada televisi dan telepon serta jumlah pemilik telepon setiap tahunnya terus bertambah.
Dengan adanya kemudahan untuk memperoleh informasi dan komunikasi tentu akan meningkatkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan bangsa Indonesia itu sendiri.
Oleh karena itu sangat diperlukan peranan pemerintah untuk dapat terus mendorong kemajuaan komunikasi di Indonesia.
c. Kolonial
raktik Kolonial di Hindia Belanda, 1900-1942. Ekspansi kolonial bangsa Eropa mengarah pada gagasan-gagasan Belanda tentang masyarakat berkeadaban, atau sikap-sikap fleksibel dan relatif dermawan komunitas Belanda terhadap "pihak lain" yang tengah ditaburkan (dalam kata Yunani, "diaspeirein") di empat penjuru dunia. Dalam beberapa hal, ekspor nilai-nilai kebudayaan Belanda ke seberang lautan seperti Amerika Utara tak banyak memberi makna baru "kebelandaan". Namun, di Indonesia kolonial, adat dan tradisi politik Belanda tertransformasi dalam proses migrasi menuju tempat-tempat eksotik.
Dalam buku ini, Frances Gouda mengkaji cara-cara Belanda membawakan gaya kolonialnya ke dunia luar. Mengapa para warga sebuah bangsa Eropa yang kecil dan tak signifikan secara politik mampu tampil senatural dan senormal peradaban dan pulau jajahannya yang lebih tua seperti Jawa dan Bali? Bagaimana para penduduk kolonial Belanda menerangkan perbedaan-perbedaan budaya antara diri mereka sendiri dengan orang-orang yang dianggap "primitif" di kepulauan Indonesia?
Dalam upaya memahami praktik-praktik "berjender" pemerintahan kolonial di Hindia Timur Belanda, Gouda juga mengeksplorasi interaksi para wanita Belanda dan Indonesia dengan pria-pria Eropa.
The Genetic Gods (Tuhan-Tuhan Genetis), dalam buku ini, ahli genetika John C. Avise menjabarkan berbagai penemuan mutakhir dalam genetika berikut aneka tantangan yang dihadirkannya bagi agama, filsafat, dan moralitas hidup manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar