Senin, 26 Maret 2012

SKRIPSI AKSI TERORISME DI TINJAU BERDASARKAN KONSEP PANDANGAN BENAR (SAMMA-DITTHI)


AKSI TERORISME DI TINJAU BERDASARKAN KONSEP PANDANGAN BENAR (SAMMA-DITTHI)

SKRIPSI

Oleh
Ponco Putro Widodo
Nim: 02500106010211

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Jurusan Dharma Acarya pada Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya
















SEKOLAH TINGGI AGAMA BUDDHA NEGERI SRIWIJAYA
TANGERANG-BANTEN
2010




































PERSETUJUAN PEMBIMBING


 Skripsi Ponco Putro Widodo Nim 0250106010211 ini
Disetujui untuk Diuji di Depan Tim Penguji







    Tangerang,     Juli 2010                                           Tangerang,     Juli 2010
Pembimbing I,                                                        Pembimbing II,


       Paniran, S.Ag., M.Si                                           Setia Darma, S.H., M.M
  NIP. 196507151986031003                                              NIP. 150234267














LEMBAR PENGESAHAN


Skripsi Ponco Putro Widodo NIM 0250106010211 ini
 Telah Dipertahankan di Depan Tim Penguji
pada Tanggal    Juli 2010


Tim Penguji

          Ketua,                                    Sekretaris,                            Anggota,


          NIP                                             NIP                                     NIP


Mengetahui
Ketua Jurusan Dharmaacarya,




Gimin Edi Susanto, B.A. (Hons.)
NIP 196705132001121001




Tanggal Lulus Ujian Skripsi....................






MOTO












































PERSEMBAHAN



Skripsi ini kupersembahkan kepada:








































PERNYATAAN


            Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar-benar karya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya yang sama yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali pendapat yang tertulis sebagai acuan dan tercantum dalam daftar pustaka. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dengan masyarakat ilmiah.
                        Atas pernyataan, saya siap menerima sanksi jika ternyata ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan dalam skripsi ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Tangerang, ................................
Yang menyatakan

Ponco Putro Widodo






KATA PENGANTAR



                        Terpujilah Sang Tiratana, Tuhan Yang Maha Esa, para Boddhisattva, Mahasattva, karena berkah dan karma baik, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktunya. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Jurusan Dharmacarya di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negri Sriwijaya Tangerang Banten.
                        Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan, dorongan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Setia Darma, S.H.,M.M. selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha Negri Sriwijaya; Bapak Dody Herwidanto, S.Ag.,M.A. selaku Pembimbing Materi yang telah memotivasi penulis dan memberi banyak masukan materi kepada penulis; Bapak Suyanto, S.Pd. selaku Pembimbing Teknik yang tanpa lelah memotivasi penulis dan banyak memberikan pengetahuan serta wawasan mengenai penulisan proposal skripsi; Bapak Gimin Edi Susanto, B.A.(Hons) selaku ketua jurusan Dharmacarya; Staf dosen pengajar dan staf tata usaha STAB Negeri Sriwijaya;
Semoga dengan kebaikan dan ketulusan mereka, karma baik selalu menyertai dan Sang Tiratana selalu melindungi. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Tangerang,  Juli 2010
Penulis,

PPW














ABSTRAK

Putro Widodo, Ponco. 2010. Aksi Terorisme ditinjau Berdasarkan Konsep Pandangan Benar (Samma-Ditthi). Skripsi. Jurusan Dharmacarya. Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten. Pembimbing I Paniran, S.Ag, M.Si. dan Pembimbing II Setia Darma, S.H, M.M.
Kata kunci:
            Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah......















DAFTAR ISI

  hal    
HALAMAN JUDUL .....................................................................................        i
HALAMAN LOGO .......................................................................................        ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................        iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................................................        iv
MOTO ............................................................................................................
PERSEMBAHAN .........................................................................................
PERNYATAAN ............................................................................................
KATA PENGANTAR  .................................................................................        v
ABSTRAK .....................................................................................................    
DAFTAR ISI .................................................................................................        vii
BAB I     PENDAHULUAN      
1.1. Latar Belakang Masalah  ..........................................................        1
1.2. Identifikasi Masalah  ................................................................       10
1.3. Pembatasan Masalah ................................................................       10
1.4. Perumusan Masalah ..................................................................       11
1.5. Tujuan Penelitian ......................................................................       11
1.6. Kegunaan Penelitian ................................................................       12
1.7. Definisi istilah ..........................................................................       13
1.8.   Metode penelitian ....................................................................       16
1.9.   Sistematika Pembahasan ..........................................................       17
BAB II TERORISME
2.1.   Pengertian Terorisme ................................................................       25
2.2.    Faktor-faktor Penyebab Berkembangya Paham Terorisme
 Di Indonesia ..............................................................................        33
2.2.1.      Lemahnya Pengawasan Di Indonesia ...................................        33
2.2.2.      Adanya Paham Radikal dan Wahabisme ..............................        34
2.2.3.      Stabilitas Sosial Politik dan Keamanan Nasional ..................        36
2.2.4.      Pendidikan ............................................................................        38
        Ketahanan Nasional ...............................................................        39
2.3.  Pemahaman Konsep Jihad .........................................................        41
2.3.1.      Makna Jihad ..........................................................................        41
2.3.2.      Perkembangan Makna Jihad Dalam Islam ............................        45
2.3.3.      Jihad dalam Agama Buddha .................................................        
2.4.   Dampak Aksi Terorisme ...........................................................        52

BAB III  PANDANGAN BENAR (SAMMA-DITTHI)
3.1.    Pemahaman Pandangan Benar (samma-ditthi) .........................        59
3.1.1.      Arti Ditthi ..............................................................................        59
3.1.2.      Pengertian Pandangan Benar (samma-ditthi) ........................        60
3.2.   Faktor Pembantu Pandangan Benar (samma-ditthi)...................        71
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Pengertian Pandangan benar (samma-ditthi) ..............................
4.1.1.      Pandangan benar (samma-ditthi) Mengenai Empat
      Kesunyataan Mulia..........................................................................
4.1.2.      Pandangan benar (samma-ditthi) mengenai hukum
Kamma............................................................................................
4.1.3.      Pandangan benar (samma-ditthi) mengenai Tilakkhana..................
4.2.                                                                                                       Relevansi Pandangan Benar (samma-ditthi) terhadap
 aksi terorisme...............................................................................
4.3. Aksi Terorisme berdasarkan konsep pandangan benar
 (samma-ditthi).............................................................................
BAB V PENUTUP
       5.1.                                                                                                        Simpulan     
       5.2. Implikasi ......................................................................................
       5.3. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................       




 BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah

       Manusia pada dasarnya terdiri dari dua unsur yaitu, unsur jasmani dan batin. Dewasa ini makin terasa perlunya manusia membentengi diri dengan nilai-nilai luhur suatu agama, mengingat pengaruhnya besar tehadap kehidupan manusia. Tidak sedikit kasus yang melanggar norma-norma agama, adat istiadat tantanan negara, bahkan hukum negara.
       Masalah-masalah itu setelah ditelusuri lebih dalam, dapat disimpulkan bahwa peranan pendidikan, lingkungan, dan masyarakatlah yang menjadi faktor pertama. Pendidikan keluarga yang merupakan pendidikan yang pertama dan utama untuk membentuk kepribadian anak belum optimal dilaksanakan oleh para orang tua. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai pengetahuan dibawah standar pendidikan nasional. Para orang tua yang seperti inilah yang perlu diberi keterampilan dan pengetahuan mengenai cara atau model pendidikan yang baik dan benar.
       Sehubungan dengan perlunya pendidikan bagi masyarakat pemerintah juga mempunyai tugas yaitu, ikut serta dalam mencerdaskan bangsa sebagaimana tujuan dari pendidikan nasional kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, agar tercapai tujuan dari pendidikan nasional itu sendiri. Sesuai dengan yang tercantumkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak hanya itu peranan Pancasila dan nilai-nilai keagamaan harus ditanamkan sejak dini kepada anak, agar anak terbiasa melakukan hal-hal yang baik dan positif.
       Sedangkan pendidikan dilingkungan formal seperti sekolah pun sangat berpengaruh besar terhadap pola pikir dan pergaulan anak. Tugas seorang pendidiklah yang sangat dominan untuk menunjukan hal-hal yang baik pada anak melalui pembelajaran dan praktik sikap. Pendidik dituntut untuk memberikan suri tauladan pada anak didiknya melaui bertatakarama, bertingkah laku dan menjalankan norma-norma agama.  
        Kehidupan manusia yang makin modern dan kemajuan teknologi yang canggih menyebabkan masyarakat Indonesia mengabaikan pendidikan keagamaan. Tidak sedikit budaya asli Indonesia dilupakan. Menerima globalisasi secara mentah-mentah, tanpa memilah dan memilih mana yang cocok untuk budaya bangsa. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kurang menyadari bahwa, hal itu mempunyai dampak positif dan negatif bagi dirinya maupun orang lain. Pandangan masyarakat yang berbeda-beda mengenai hal inilah yang menyebabkan timbulnya paham-paham di negara Indonesia.
        Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki enam kepercayaan atau agama yaitu Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Islam, dan Khong Hucu, yang diakui keberadaanya secara hukum dan disahkan oleh negara. Peranan agama disinilah yang diharapkan dapat menanamkan pembelajaran yang positif bagi umatnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dari perbedaan sistem kepercayaan ini menimbulkan pandangan-pandangan sendiri dalam diri umatnya. Misalnya saja masing-masing agama memiliki suatu cara untuk menjelaskan pada apa yang dipercayainya yaitu, salah satunya dengan cara mengorbankan jiwa dan raganya.
       Ada suatu pandangan agama yang menyebut istilah itu dengan istilah mati sahid. Sebagian orang beranggapan bahwa dengan mati sahid akan masuk surga dan mendapat pahala yang disebut dengan kebahagiaan. Namun pengertian mati jihad sering disalahartikan oleh beberapa kelompok orang yang mengusung misi membela agamanya dari segala bentuk diskriminasi agama. Tidak sedikit kasus yang mengatasnamakan agama sebagai pembelaan diri dari segala bentuk pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia.
       Khusus kasus seperti itu dianggap sebagai suatu bentuk dari pemahaman yang berbeda. Ada kelompok aliran keras yang melakukan gerakan yang mengganggu stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti yang sedang marak saat ini yaitu, kasus pengeboman yang menyebabkan berbagai kecamaan dari banyak pihak. Tidak hanya itu, kasus seperti itu juga banyak merugikan orang yang tidak bersalah dan negara. Dampak perbuatan tersebut mengakibatkan banyak korban berjatuhan dan luka parah.
      Aparat negara menyebut para pelaku pengeboman dengan sebutan teroris. Seseorang melakukan suatu tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada sasaran yang sudah direncanakan dan dianggap oleh teroris tersebut sebagai pihak-pihak yang melakukan kesalahan, dan yang melakukan pelanggaran ajaran agamanya. Biasanya adalah mereka yang tidak ada hubungan langsung dengan para pelaku, yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidak pastian dan keputusasaan masal.
      Teroris itu mempunyai paham yang disebut dengan terorisme. Paham ini melakukan suatu perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan, paksaan terhadap individu atau hak milik seseorang, untuk mengintimidasi pemerintah dan masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideologi suatu negara. Hal ini telah ditujukan oleh perkembangan kejahatan terorisme yang telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik modus, kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu negara yang tidak terlepas dari aksi terorisme adalah  Indonesia. Hal itu terungkap dari fakta-fakta yang berkaitan dengan jaringan terorisme dalam negeri dengan jaringan internasional. Selain ancaman terorisme, ancaman gerakkan separatisme lainnya yang muncul mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat  Indonesia sendiri menjadi masalah yang sangat serius bagi kemajuan bangsa Indonesia.
      Aktivitas teroris telah membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat dunia, sebagai tonggak utama agar orang-orang yang seiman dengannya memihak pada perjuangan mereka dan membenarkan perbuatan mereka. Oleh sebab itu pandangan-pandangan  dari masyarakat mengenai pengorbanan untuk agama, harus benar-benar diberikan pengarahan baik yang sifatnya formal mau pun yang informal. Hal seperti inilah yang perlu dilakukan  guna mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan dan kegiatan teror di Indonesia.
       Pemerintah Indonesia menyikapi fenomena teroris secara arif, menganalisis berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini, guna memerangi aksi terorisme bersama dunia internasional. Pemerintah pun meminta kerja sama dan partisipasinya masyarakat untuk memberi informasi pada aparat pemerintah apa bila melihat seseorang yang mirip dengan sketsa dan foto seseorang yang dianggap sebagai teroris, yang disebar luaskan oleh pemerintah.
       Pelaku bersama jaringan teroris memanfaatkan kemampuan teknologi modern dan kecerdasaan para teroris itu sendiri dapat dengan mudah menghancurkan sasaran yang sudah direncanakan dari jarak jauh. Seperti kasus pengeboman yang terjadi di Bali pada tahun 2002 tepatnya pada tanggal 12 Oktober, tiga ledakan mengguncang Bali yang menimbulkan korban meninggal sebanyak 202 orang yang mayoritas orang Australia dan 300 orang lainya luka-luka.
      Tidak berselang lama pada tahun 2003 terjadi pengeboman dikota Jakarta tepatnya pada tanggal 5 Agustus di Hotel Marriott dengan korban meninggal 11 orang dan yang mengalami luka-luka sebannyak 152 orang.  Kasus lainnya yaitu pada 22 Agustus 2005 di Bali kembali terjadi peristiwa pengeboman yang memakan korban 102 meninggal dan lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R AJA’s Bar dan restaurant, Kuta Square, daerah pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran, dikenal dengan peristiwa Bom Bali II. Kegiatan yang lebih mengejutkan adalah jaringan teroris diatur dalam penjara, para teroris terbagi menjadi tiga kategori, yakni narapidana, bekas narapidana, dan buronan dalam kasus terorisme. Pemain lama berperan dalam mengarahkan, dan mencari pemain baru. Hal itu terungkap berdasarkan penyelidikan dan introgasi tim Detasemen Anti terror di Aceh pada hari rabu tanggal 17 Maret 2010 terhadap para teroris yang ditangkap di Nanggroe Aceh Darusalam. Salah satu indikasi bahwa keterlibatan nara pidana terorisme adalah adanya komunikasi antara Iwan Dharmawan atau Rois terpidana mati masih ada dilebaga pemasyarakatan Cipinang. Sejauh ini polisi mendeteksi dua tersangka yang ditangkap di Aceh yaitu Sapta atau Ismet dan Zaki Rahmatullah sering berinteraksi lewat telpon untuk meluncurkan aksi terorisme.
      Peristiwa inilah Negara dan masyarakat mengalami kerugian dibidang pariwisata, karena wisatawan asing yang mau datang berwisata ke Indonesia merasa takut dan terancam keselamatannya. Peristiwa ini juga Negara Indonesia di klaim sebagai Negara yang tidak aman, karena beberapa negara memberikan Travel warning untuk tidak di kunjungi tempat tempat di Indonesia. Para teroris mengebom dengan mengatas namakan agama, namun hal itu dimata hukum negara Indonesia tidak dibenarkan, karena hakikat dari mati jihad ditafsirkan sebagai, tidak merugikan pihak lain dan negara.
       Tindakan aparat yang melakukan olah tempat kejadian perkara, memberikan hasil yang memuaskan dimana para pelaku atau teroris dapat teridentifikasi dan sebagian dari mereka tertangkap, yang kemudiaan diadili dan diberi sanksi hukum sesuai dengan keterlibatannya. Sampai kini aparat juga masih terus memburu pelaku yang belum tertangkap dan menyelidiki sidikat-sindikat yang belum terjamah oleh aparat. Hal hal ini tidak menutup kemungkinan mereka belum diamankan oleh aparat akan membentuk satu tim baru atau jaringan-jaringan baru.
       Hal ini terbukti dari aksi para teroris yang menunjukan kehebatanya pada negara dan dunia pada tahun 2009 di Jakarta. Untuk kedua kalinya di Hotel  Marriott dan Ritz-Carlton sebuah bom dengan kekuatan dahsyat thermonuklir pada tanggal 17 Juli diledakkan. Ledakkan hampir bersamaan yaitu sekitar jam 07.50 WIB didua tempat yang berbeda.
      Apa bila kondisi dan kasus seperti itu tidak ditangani dengan serius oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan akan muncul dan tumbuh semakin besar paham terorisme di Indonesia. Tujuan dari bangsa Indonesia yaitu yang termuat dipembukaan UUD 1945 bahwa, negara bebas dari segala bentuk penjajahan tidak akan tercapai. Keikutsertaan perdamaian dunia tidak akan terlaksana. Kesenjangan-kesenjangan inilah yang akan menjadi polemik khususnya bagi Negara Indonesia.
       Kasus kurangnya pemahaman mengenai pembelaan pada agamanya dan ajarannya, oleh Buddha Gutama dikatakan sebagai pandangan keliru (micca ditthi). Dalam agama Buddha banyak kotbah yang membahas mengenai pandangan benar. Pandangan benar (samma ditthi) yang diterangkan langsung oleh Sang Buddha kepada para muridnya itu membahas hal mengenai suatu sudut pandang suatu kepercayaan. Misalnya saja yang terdapat dalam kotbah pertama Sang Buddha yang disebut dengan Dhamma Cakka Pavatana Sutta. Sutta ini Sang Buddha menjelaskan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang salah satunya membahas tentang Pandangan benar atau Samma Ditthi.
       Apa bila konsep pandangan benar atau (Samma Ditthi) yang disampaikan oleh Sang Buddha dipahami dan dijalankan dengan benar oleh manusia maka didunia tidak akan mucul paham terorisme maupun paham separatisme, yang dapat mengancam kehidupan orang lain atau negara. Dalam agama Buddha pandangan benar atau (Samma Ditthi) sangatlah efektif untuk memecahkan suatu masalah mengenai gerakan separatisme dan terorisme yang muncul di Indonesia. Namun sampai saat ini pandangan Benar atau (Samma Ditthi) perlu mendapat perhatian secara optimal oleh para pemimpin Negara, pemimpin masyarakat, pemimpin agama dan masyarakat khususnya di Indonesia.
        Berdasarkan uraian diatas, penulis terdorong untuk melakukan kajian dengan judul “Peranan Pandangan Benar (Samma Ditthi) dalam Upaya Mengikis pandangan Terorisme”. Ada pun alasan-alasan penulis mengangkat masalah ini, dalam kajian sebagai berikut:
1.1.1.      Terdapatnya identifikasi bahwa pandangan benar mengenai pembelaan pada agama semakin menurun hingga sampai pada titik yang sangat kritis.
1.1.2.      Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan tokoh Agama untuk memberikan pemahaman tantang pandangan benar mengenai pembelaan kepada agama belum menunjukan hasil yang maksimal.
1.1.3.      Perlunya pemahaman mengenai pengertian pandangan benar terhadap pembelaan pada agama sejak dini melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal.
1.1.4.      Dalam agama Buddha terdapat pengertian mengenai Pandangan benar atau Samma Ditthi yang sangat efektif untuk mengikis pandangan salah seperti paham terorisme.

      Manfaat dari penelitian ini, yaitu mengetahui cara yang tepat untuk menumbuhkan pengertian pandangan benar (Samma Ditthi) dalam diri setiap individu, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi secara signifikan pada perkembangan Buddha pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Masyarakat  diharapka akan mengerti konsep (Samma Ditthi) atau pandangan benar dengan baik yaitu tidak akan ada lagi paham terorisme atau separatisme yang lebih menekankanan pada kekerasan. Hal inilah yang diharapkan masyarakat mempunyai sifat hiri dan otappa yaitu malu berbuat jahat dan takut akan akibat dari perbuatan jahat. Di samping itu, Peranan Pandangan benar dalam kehidupan beragama bisa membawa toleransi umat beragama yang tinggi, tidak adanya pelecehan dan diskriminasi agama, dan yang lebih utama ajaran Sang Buddha (Dhamma) akan tetap terjaga dan lestari. Kemajemukan dan keragaman agama yang ada di Indonesia akan semakin memperkaya budaya dan sistem kepercayaan yang ada tanpa harus menjatuhkan atau menghancurkan sistem kepercayaan yang lain.

1.2.      Identifikasi Masalah

            Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.2.1.      Belum dipahaminya secara komprehensif  faktor-faktor penyebab pandangan salah.
1.2.2.      Belum ditemukannya cara-cara yang efektif untuk mengatasi pandangan salah seperti paham  terorisme.
1.2.3.      Peranan pemerintah dan tokoh agama sebagai pilar utama dalam upaya mengikis pandangan salah seperti terorisme belum dapat memberikan kontribusi yang maksimal.
1.2.4.      Peranan pandangan benar atau samma Ditthi dalam upaya mengikis pandangan terorisme belum diupayakan secara optimal.

1.3.      Pembatasaan Masalah 

 Berdasarkan identifikasi masalah di atas,  penulis membatasi masalah dengan membahas permasalahan  nomor empat, yaitu peranan pandangan benar atau Samma Ditthi dalam upaya mengikis pandangan terorisme belum diupayakan secara optimal.

1.4.      Perumusan Masalah

             Permasalahan dalam kajian ini penulis rumuskan sebagai berikut:
1.4.1.      Apakah yang dimaksud dengan pengertian pandangan benar atau Samma Ditthi?
1.4.2.      Bagaimanakah relevansi pandangan benar atau Samma Ditthi dalam upaya mengikis aksi  teroris?
1.4.3.      Bagaimanakah aksi terorisme berdasarkan konsep pandangan benar?

1.5.      Tujuan Penelitian

                 Penelitian ini bertujuan untuk: mendeskripsikan peranan dari pandangan benar atau samma ditthi, mendeskripsikan relevansi pandangan benar (samma ditthi) dalam upaya mengikis pandangan terorisme, dan mendeskripsikan peranan pandangan benar (samma ditthi) dalam upaya mengikis pandangan terorisme.

1.6.       Kegunaan Penelitian

1.6.1.      Kegunaan Teoretis:

1.6.1.1. Sebagai bahan acuan untuk pengembangan mata kuliah Pokok-pokok    Dasar Agama Buddha khususnya tentang pandangan benar (samma ditthi).
1.6.1.2. Sebagai bahan masukan untuk studi atau kajian tentang pandangan benar (samma ditthi).

1.7.      Kegunaan Praktis:

   Untuk umat Buddha pada khususnya penelitian ini berguna untuk: menunjukkan pada umat Buddha, bahwa dalam agama Buddha ada pemahaman mengenai pandangan benar (samma ditthi) yang perlu dipahami agar tidak muncul pandangan salah (micca ditthi) pada individu seseorang maupun masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan membentuk rasa aman, dan tenteram baik jasmani maupun batin pada diri manusia khususnya umat Buddha.
      Apa bila pemahaman mengenai pandangan benar dioptimalkan maka hal ini akan meminimalisir konflik yang terjadi di Indonesia seperti gerakan separatisme dan terorisme. Memungkinkan juga paham-paham kekerasaan yang ada didunia tidak akan ada pengikutnya hingga akhirnya lenyap atau berkurang dengan sendirinya.
     Selain kegunaan diatas penelitian ini juga berguna untuk para guru dalam menjelaskan materi tentang pandangan benar (samma ditthi). Pendidik tidak cuma guru, orang tua pun bisa menjadi pendidik dirumah untuk anak-anaknya. Penelitian ini berguna bagi para orang tua untuk menjelaskan konsep pandangan benar (samma ditthi) terhadap agama dan ajarannya yang dipercayainya
    Penelitian ini juga bisa dijadikan bahan referensi atau acuan bagi peneliti lain yang meneliti materi lainnya yang berhubungan dengan pandangan benar (samma ditthi).

1.7.  Definisi Istilah

       Menurut Panjika dalam Kamus Buddha Dharma menyebutkan, pandangan benar dalam agama Buddha adalah pandangan benar terhadap karma, pandangan benar mengenai sepuluh persoalan, dan pandangan benar mengenai  empat kesuyataan mulia. Pandangan benar ini akan membawa manusia menuju kebahagiaan dan kebebasan dari segala keegoisan.
             Dalam agama lain, pandangan benar adalah suatu cara yang benar untuk melihat segala sesuatu yang konsekuensinya baik. Dalam agama Buddha, pandangan benar atau (samma ditthi) lahir dari penyelidikan, berdasarkan rasio dan pembuktian kebenaran ajaran agama Buddha, pandangan benar itu timbul dari pengetahuan yang berlandaskan pada kebijaksanaan (Pannamaya Saddha) yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi ketidak pastian hidup. Pandangan benar atau (samma ditthi) dalam agama Buddha adalah lawan dari pandangan salah atau (micca ditthi), yang bisa mengatasi segala pandangan keliru mengenai ajaran dan kepercayaan pada suatu agama. Sehingga keraguan, kesangsian, dan kekotoran batin lain sehingga pikiran menjadi murni atau bijaksana (panna). (Samma ditthi) (pali) adalah  pengertian benar. Pandangan benar ini yang pengertiannya dan pemahamaanya belum bisa dimengerti sebagai mana yang diajarkan oleh Sang Buddha oleh masyarakat Indonesia pada khususnya. Sehingga tidak sedikit adanya kelompok masyarakat yang melakukan suatu aksi kekerasan yang mengatas namakan kepercayaan. Hal inilah yang memunculkan suatu paham kekerasan atau terorisme.
      Wiki mengatakan Terorisme adalah puncak aksi kekerasan (terrorism is the apex of violence). Mereka adalah orang-orang yang  ingin menarik perhatian masyarakat luas dan memanfaatkan media massa untuk menyuarakan pesan perjuangannya. Black’s Law Dictionary menyatakan bahwa,terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum pidana disuatu wilayah atau Negara. Selain itu Muladi juga memberi catatan atas definisi ini, bahwa hakikat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku merupakan individu, kelompok, atau suatu negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia (HAM), dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lainnya.
       Agama Buddha memiliki suatu cara untuk mengikis pandangan terorisme (paham kekerasan), agama Buddha mempunyai pengertian benar tentang samma ditthi yang menjelaskan tentang pandangan benar mengenai penderitaan (dukha ariyasacca), asal mula penderitaan (dukha samudaya ariyasacca), terhentinya penderitaan (dukha niroda ariyasacca), jalan untuk terhentinya penderitaan (dukha nirodagamini patipadha ). Dalam jalan mulia berunsur delapan pandangan benar (samma ditthi) digolongkan dalam kelompok kebijaksanaan (panna). Umat Buddha pada khususnya dan umat non Buddhis pada umumnya yang bisa mengerti dan memahami pandangan benar (samma ditthi) ini, maka didunia tidak akan ada suatu paham gerakan yang berbasis kekerasan seperti terorisme dan radikalisme. Jadi, yang dimaksud ” Aksi Teroris Ditinjau Berdasarkan konsep Pandangan Benar (Samma-Ditthi)” adalah suatu usaha yang harus dilakukan oleh Dhammaduta baik para anggota Sangha, guru agama Buddha, pandita dan para tokoh agama lainnya, untuk menjelaskan mengenai pemahaman pandangan benar atau (Samma ditthi). Untuk membentuk suatu sikap dan mentalitas yang baik tanpa kekerasan, tanpa merugikan pihak lain dalam bersikap dan bertingkah laku. Pandangan benar (samma ditthi) ini sebagai awal untuk membentuk suatu pandangan yang realistis mengenai suatu ajaran, agar kita tidak berbuat sesuatu yang melanggar dari apa yang diperintahkan dalam agama. Pandangan benar (samma ditthi), dalam hal ini sebagai pengendali dari kemerosotan tentang pemahaman terhadap suatu pandangan atau keyakinan baik umat Buddha maupun umat non Buddhis terhadap ajaran. Diharapkan dengan penanaman pengertian megenai pandangan benar (samma ditthi) persoalan-persoalan seperti pengeboman, gerakan radikalisme, dan terorisme tidak akan bisa berkembang lagi hingga akhirnya keberadaannya akan melemah dan menghilang. Hal seperti itu akan teratasi dan tidak akan terjadi hal-hal yang dapat mengancam keberadaan dari manusia, negara, bahkan dunia.
1.8.    Metode Penelitian

       Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Kajian Pustaka. Kajian pustaka merupakan ” Suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang dialami, dimana peneliti hanya instrumen kunci, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penggabungan, analisis data bersifat induktif dan peneliti lebih menekankan makna dari pada generalisasi” (Sugiyono, 2005: 1). Penulis menggunakan metode penelitian kajian pustaka dari buku Sugiyono menurut Sugiyono kajian pustaka mendapatkan data melalui peninggalan tertulis berupa arsip-arsip, buku-buku, surat kabar, majalah, tentang pendapat, dan teori yang berhubungan dengan literatur tentang pandangan benar (samma ditthi) dan pandangan terorisme. Dari arsip, pendapat, dan teori tersebut kemudian dihubungkan satu dengan yang lainnya dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

1.9.   Sistematika Pembahasan
1.9.1.      BAB I Pendahuluan
1.9.1.1.  Latar Belakang
1.9.1.2.  Indentifikasi Masalah
1.9.1.3.  Pembahasan Masalah
1.9.1.4.  Peumusan Masalah
1.9.1.5.  Tujuan Penelitian
1.9.1.6.  Kegunaan Penelitian
1.9.1.7.  Definisi Istilah
1.9.1.8.  Metode Penelitian
1.9.1.9.  Sistematika Pembahasan
1.9.2.      BAB II PEMBAHASAN
1.9.2.1.    Pengertian Terorisme
1.9.2.2.    Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Paham Terorisme di Indonesia
1.9.2.2.1.      Kekurang siapan Inteljen
1.9.2.2.2.      Adanya Paham Radikal dan Wahabisme
1.9.2.2.3.      Stabilitas Sosial politik dan Keamanan Nasional
1.9.2.2.4.      Pendidikan
1.9.2.2.5.      Ketahanan nasional
1.9.2.3.   Pemahaman Konsep Jihad
1.9.2.3.1.      Makna Jihad
1.9.2.3.2.      Perkembangan Makna Jihad Dalam Islam
1.9.2.3.3.      Makna  Jihad  dalam Agama Buddha
1.9.2.4.   Dampak Aksi Terorisme
1.9.3.      BAB III PANDANGAN BENAR (SAMMA-DITTHI)
1.9.3.1.   Pemahaman Samma-ditthi
1.9.3.1.1.      Arti Ditthi
1.9.3.1.2.      Pengertian Samma-ditthi
1.9.3.2.   Faktor Pembantu Samma-ditthi
1.9.4.      BAB IV HASIL PENELITIAN
1.9.4.1.   Pengertian Pandangan Benar (Samma ditthi)
1.9.4.1.1.      Pandangan Benar (samma ditthi) mengenai Empat Kebenaran Mulia
1.9.4.1.2.      Pandangan Benar (Samma Ditthi) akan Hukum Karma
1.9.4.1.3.      Pandangan Bebar (Samma Ditthi) mengenai  Tillakkhana
1.9.4.2.   Relevansi pandangan Benar (Samma Ditthi) terhadap aksi Terorisme
1.9.4.3.   Aksi terorisme berdasarkan konsep pandangan benar (Samma Ditthi)
1.9.5.      BAB V PENUTUP
1.9.5.1.   Simpulan
1.9.5.2.   Implikasi
1.9.5.3.   Saran

BAB II
TERORISME


2.1. Pengertian Terorisme
  Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan takut terhadap sekelompok masyarakat atau negara. Terorisme menurut Abdullah Mahmud Hendropriyono adalah cara atau teknik intimidasi dengan sasaran sistematik, demi suatu kepentingan politik tertentu (Abdullah Mahmud Hendropriyono, 2009: 25). Terorisme berasal dari kata dasar teror yang mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk mencapai suatu kondisi ketakutan di dalam kelompok masyarakat lebih luas.
 Disamping hal diatas Muladi menjelaskan definisi terorisme, bahwa hakikat perbuatan Terorisme mengandung perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik (http://jhon freedom. Blogspot. Com/2009/03/pengertian-terorisme.html. diakses pada tanggal 5 Maret 2010). Bentuk perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku merupakan individu, kelompok, atau suatu negara. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak Asasi Manusia (HAM), dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta kepuasan tuntutan politik lain.
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia yang ditulis oleh tim penyusun. Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan terutama tujuan politik (Tim Penyusun, 1997: 1049). disamping itu dalam kamus besar bahasa Indonesia juga menjelaskan bahwa, terorisme berasal dari kata dasar teror yang artinya usaha menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan, memaksakan idiologi, penafsiran keyakinan atau eksploitasi agama, kebudayaan, dan pemaksaan konsep filsafat.
       Paham-paham kekerasan selalu mengatas namakan suatu kepercayaan sebagai landasan oprasional aksinya. Orang yang melakukan hal ini adalah orang yang melihat suatu kepercayaan dari kacamata mereka sendiri, dan menganggap cara mereka mengadili orang lain yang tidak sepaham, dianggap melanggar kepercayaannya, dengan cara kekerasan adalah benar.
      Apa bila seseorang dapat meneliti dan memeriksa mana yang benar dan mana yang salah maka kasus-kasus kekerasan karena pandangan yang salah tidak akan ada. Namun pandangan seseorang yang semakin lama semakin modern dan semakin kritis, menyebabkan mereka mempunyai pandangan dan penafsiran sendiri-sendiri mengenai kepercayaannya. Sesuai dengan tingkat dan kualitas mereka sendiri. Mengenai perbedaan pemahaman dan pengartian suatu kepercayaan sudah ada sejak dulu, hal ini terbukti pada masa Sang Buddha. Pada masa itu muncul 62 pandangan salah.
      Dalam khotbah ini Sang Buddha menjelaskan mengenai jaring kebijaksanaan sempurna (Brahmajala Sutta), Sang Buddha menjelaskan tiga tingkat moralitas, yaitu: Cula Sila, Majjhima Sila dan Maha Sila, yang dimiliki oleh manusia. Sutta ini dibabarkan berkenaan dengan perdebatan antara Suppiya (petapa kelana) dan siswanya Brahmadatta dimana guru memfitnah Sang Buddha, Dhamma, Sangha sedangkan siswanya memuji Sang Buddha, Dhamma, Sangha. Sang Buddha selain menjelaskan tiga tingkat moralitas, juga menjelaskan enam puluh dua padangan salah yang dianut sebagai sistem kepercayaan oleh para samana dan brahmana pada saat itu. Enam puluh dua pandangan salah yang dikutip oleh U Ko Lay adalah sebagai berikut:

Ada Samana dan Brahmana yang karena bersepekulasi tentang masa lampau menjadi melakat dan menegaskan pandangan-pandangan salah menjadi 18 cara, yaitu: empat jenis kepercayaan pada kekekalan (Sassata Ditthi), empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekalan (Ekacca Sassata Ditthi), empat pandangan mengenai apakah dunia itu terbatas atau tak terbatas (Antananta Ditthi), empat jenis pengelakan yang tidak jelas (Amaravikkhepa Vada), dua doktrin non sebab akibat (Adhiccasamuppanna Vada).

Ada Samana dan Brahmana yang karena bersepekulasi mengenai masa depan melekat dan menegaskan pandangan salah mereka dalam 44 cara, yaitu: enam belas jenis kepercayaan pada adanya sanna setelah kematian (Uddhamaghatanika Sanni Vada), delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian (Uddhamaghatanika Asanni Vada), Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non-sanna setelah kematian (Uddhamaghatanika Nevasanni Nasanni Vada), tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi (Uccheda Vada), lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam kehidupan ini juga (Ditthadhamma Nibbana Vada) (U Ko Lay dalam Anggawati dan Wena Cintiawati., Terj, 1992: 3)


  Penjelasan di atas dapat mengungkapkan bahwa pandangan yang berbeda-beda menimbulkan asumsi yang berbeda pula. Sang Buddha menjelaskan bahwa pandangan benar yang timbul dari pengetahuan yang berlandaskan kebenaran, dan kebijaksanaan yang diperoleh dari mengetahui sendiri dengan cara melakukan penyelidikan (ehipasiko). Serta logika dan rasio inilah yang menjadi kekuatan untuk menghadapi pandangan salah mengenai ajaran atau kepercayaan.
  Konsep Ehipasiko inilah yang membedakan konsep keyakinan umat Buddha dengan konsep keyakinan dari agama lain. Mengenai guru dan ajarannya. Pandangan benar ini adalah pandangan yang muncul dari pembuktian dan atas dasar pemikiran yang rasional.
Selain penjelasan diatas, Mutiara Andalas juga mengemukakan arti terorisme yaitu tindakan orang-orang pengecut yang tidak bertanggung jawab atas tindakkannya (Mutiara Andalas, 2010: 5). Terorisme melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar tatanan hukum negara dan hukum pidana yang jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi masyarakat, mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara pembunuhan.
Terorisme muncul karena perbedaan pendapat dan pandangan mengenai ajaran dan kepercayaan, namun dewasa ini tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang memandang kekerasan merupakan cara yang baik untuk mewujudkan dari kepercayaan mereka. Istilah jihad dalam teroris adalah suatu cara untuk membela agamanya dari segala bentuk diskriminasi agama baik dari dalam maupun dari luar pemeluk agama islam sendiri.
Jaringan Islam Al-Qaeda adalah pemeluk agama Islam yang mengutuk negara-negara yang menindas kaum Islam, dan menganggap non-Muslim sebagai jailiyah modern. Jelas pandangan ini apa bila berkembang terus di Indonesia akan menjadi penghambat dari toleransi umat beragama dan pluralisme masyarakat Indonesia yang berbeda keyakinan. Pandangan seperti itu jelas sangat bertentangan sekali dengan ajaran Islam yang dijelaskan oleh Nabi Mohammad. Mengenai hal tersebut dijelaskan dalam ayat Al Quran yang berbunyi:

Mereka tidaklah sama, di antara orang-orang Ahlul kitab terdapat umat yang bangun di tengah malam membaca ayat-ayat Tuhan dan mereka bersujud kepada tuhan. Mereka beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, mengajak pada kebajikan dan mencegah kemunkaran, serta berlomba-lomba dalam kebaikan, dan mereka adalah orang-orang yang saleh (Tim Penterjemah, 1971: 94).


Nabi Mohammad jelas di kitabnya mengakui suatu perbedaan kepercayaan. Al Quran mengatakan bahwa mereka yang mengagungkan Tuhan adalah sama dengan mereka yang mengagungkan Allah. Suatu agama pada intinya mengajarkan kebenaran tanpa kekerasan. Namun terkadang cara yang dihalalkan oleh suatu kepercayaan diartikan salah oleh sebagian umat atau penganutnya. Sehingga terjadilah suatu pandangan yang salah.
Konsep pandangan salah (mica-ditthi) dalam agama Buddha ada lawannya yaitu pandangan benar (samma-ditthi) yang terdapat dalam jalan mulia berunsur delapan. Mengenai konsep pandangan benar, yang membawa manfaat bagi dirinya maupun orang lain. Dikotbahkan oleh  Sang Buddha dalam kotbahnya yang disebut dengan Sammaditthi Sutta. Yaitu sebagai berikut:

Hal yang membawa manfaat dan menguntungkan banyak pihak adalah tidak membunuh makhluk hidup, tidak mengambil apa yang tidak diberikan. Tidak memuaskan nafsu dengan cara yang salah, tidak berdusta, tidak mefitnah, tidak berkata kasar, tidak bergunjing, tidak serakah, tidak membenci, dan tidak memiliki pandangan salah (Tim penterjemah, 1993: 29).


  Dari kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa hal yang bermanfaat untuk perkembangan batin adalah dengan cara kita hidup sesuai dengan Dhamma. Pandangan salah akan muncul dalam diri seseorang karena adanya paham kekerasan. Paham ini adalah paham yang mempunyai misi untuk menyebarkan rasa tidak aman disuatu daerah atau negara dan sifatnya menentang tatanan hukum negara. Di samping itu, menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI), terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan,  penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik (http://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_terorisme. diakses pada tanggal 25 februari 2010).
  Aksi tersebut adalah aksi yang melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, kerugian berat pada harta benda, membahayakan kehidupan orang lain, menciptakan risiko serius bagi kesehatan atau keselamatan manusia atau bagian tertentu dari manusia. penggunaan atau ancaman dilakukan untuk mempengaruhi pemerintah atau untuk mengintimidasi negara dan masyarakat, atau bagian tertentu masyarakat. Penggunaan atau ancaman dibuat dengan tujuan mencapai tujuan politik, agama atau idiologi.
2.2. Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya PahamTerorisme di Indonesia
  Berikut ini adalah hal yang menjadi faktor berkembangnya paham terorisme di negara Indonsia, yaitu sebagai berikut:
2.2.1.      Kekurangsiapan Inteljen

       Terdapat kegagalan inteljen pemerintah Indonesia dalam mendeteksi potensi terjadinya tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teroris. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus pengeboman ditempat-tempat yang dianggap keamanannya sangat ketat dan terjaga, misalnya di Hotel Marriott dan Ritz-Carlton sebuah bom dengan kekuatan dahsyat thermonuklir pada tanggal 17 Juli 2009 diledakkan. Ledakkan hampir bersamaan yaitu sekitar jam 07.50 WIB di dua tempat yang berbeda (Mutiara Andalas, 2010: 21).
       Di tempat-tempat itu tentunya kita tahu, bahwa tanggung jawab teknis dan operasinya berada pada institusi intelejen seperti Badan Inteljen Nasional (BIN), Badan Inteljen Strategis (BAIS), bagian inteljen pada Tentara Negara Indonesia (TNI)dan Polri serta institusi intelejen lainnya dijajaran pemerintahan. Ini jelas bisa kita lihat dan nilai bahwa ketahanan negara Indonesia dari ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan dari pihak dalam mau pun luar negeri belum teratasi oleh aparat negara. Kejadian ini seharusnya menjadi kerangka acuan bagi perbaikan, revitalisasi lembaga-lembaga intelejen pemerintah untuk berbenah.
      Negara sudah seharusnya memberi perhatian yang cukup signifikan demi kemajuan dan keamanan wilayahnya. Agar tidak terjadi aksi teroris yang dapat mengancam tatanan negara dan idiologi bangsa. Sehingga tercipta rasa aman tanpa kekerasan, dimana masyarakat bisa hidup berdampingan tanpa memandang suatu perbedaan.

2.2.2.      Adanya Paham Radikal dan Wahabisme
Indonesia adalah negara yang kaya akan adat dan budaya. Dari masing-masing daerah dan pulau-pulau yang ada dinusantara, masyarakatnya mempunyai suatu kepercayaan yang berbeda-beda pula. Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia mengesahkan enam agama atau kepercayaan untuk dianut oleh masyarakatnya. Dimana masing-masing agama mempunyai ajaran yang baik tanpa kekerasan. Namun hal itu tidak menghilangkan paham-paham kekerasan timbul. Hal ini terbukti dengan adanya istilah Islam radikal dan faham wahabisme.
Misalnya saja paham radikal dan wahabisme yang dianut oleh sekelompok umat Islam yang lebih dikenal dengan istilah “Islam radikal “ atau garis keras dan “Wahabisme” yaitu  suatu paham yang menolak tasawuh, doktrin perantara, rasionalisme, dan pandangan-pandangan yang berasal dari non Muslim (A. M. Hendropriyono). Paham-paham ini menganggap hanya pandangan dan kepercayaanya mereka saja yang benar sedangkan pandangan orang lain dianggap salah.
 Hal seperti inilah yang dianggap sudah sampai pada tahapan yang sangat mengkhawatirkan. Sampai saat ini diyakini bahwa sumber teror berasal dari kelompok-kelompok tersebut, paling tidak ini didasarkan pada sumber-sumber resmi yang berkembang saat ini. Aksi atau kegiatan yang harus digaris bawahi dan digali lebih dalam, apakah mereka melakukan aksi teror secara sadar dan berdasarkan paham yang mereka yakini atau hanya sekedar menjalankan ajaran yang dipercayainya. Hal ini menjadi sangat penting bagi upaya pemerintah untuk mereduksi berkembangnya paham radikal dan wahabisme di kalangan masyarakat Indonesia khususnya umat Islam.
 Faham radikal dan wahabisme saat ini lebih diarahkan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat muslim. Masyarakat muslim di Indonesia merupakan masyarakat mayoritas. Namun radikalisasi dan wahabisme ini bukan hanya terdapat pada masyarakat muslim saja, tetapi masyarakat non muslim pun ada yang menganutnya. Paham radikal dan wahabisme yang dianut oleh sebagian masyarakat muslim di Indonesia, dapat dikelola dan direduksi dengan baik bila pemerintah mampu mengembangkan tata kelola komunikasi sosial, mengembangkan toleransi dalam kerangka pluralitas dan kebhinekaan masyarakatnya.
 Apreoritas bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi paham-paham tersebut, namun kerangka dialog saling pengertian dan mengembangkan kerangka non resiprokal dan tidak menarik jurang permusuhan menjadi penting untuk mereduksi paham-paham kekerasan yang ada. Persaudaraan muslim yang erat justru menghilangkan fanatisme dan radikalitas, demikian juga semangat nasionalisme yang sehat memiliki akar yang sama dan menjadi tujuan bagi kemajuan suatu bangsa.


2.2.3.      Stabilitas Sosial Politik dan Keamanan Nasional

       Stabilitas sosial politik negara Indonesia patut dipertanyakan. Setelah terjadi krisis berkepanjangan status sosial Negara sangat mempengaruhi gaya dan pola hidup masyarakat Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia tidak sedikit yang mengalami kesulitan ekonomi. Dari hal inilah banyak masyarakat yang berputus asa dan membawa mereka kedunia kekerasan. Banyak kasus penjualan anak, prostitusi dan yang lebih mengerikan menjadi subyek gerakan terorisme hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
       Terorisme adalah salah satu paham kekerasan yang mencari orang-orang yang mau berkorban jiwa dan raganya kepada apa yang dipercayai dan dianggap benar oleh mereka. Hal ini dapat berlangsung terus disuatu negara, karena indikasi penurunan atau kegagalan pengelolaan stabilitas sosial politik pada sebuah pemerintahan merupakan salah satu faktor untuk berkembangnya paham terorisme, atau gerakan spartisme lainnya.
       Serangan teror dan tindak kekerasan tidak akan berkembang pada negara yang pemerintahnya mampu mengelola kondisi sosial polititik dan keamanan secara stabil dan baik. Disamping itu negara Indonesia terindikasi menjadi pusat konflik dan kegiatan perang inteljen asing yang merupakan representasi dari paham-paham yang saling berbenturan secara internasional. Serta dapat meluas dan berpotensi menjadi perang terbuka bila tidak segera direduksi dan diberantas oleh pemerintah.
       Bagaimanapun juga Teror Bom Marriot II hanya merupakan salah satu rentetan kejadian kekerasan, yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Yang memiliki nuansa sama dengan berbagai tindakan pengeboman yang pernah terjadi sebelumnya dengan indikasi-indikasi dan motivasi yang telah diketahui. Dari kejadian-kejadian inilah, bisa kita simpulkan bahwa kondisi sosial dan politik negara Indonesia sangatlah lemah dan perlu diperbaiki tatanannya. Sehingga tidak sedikit masyarakat Indonesia ikut berperan dalam aksi-aksi teroris.

2.2.4.      Pendidikan
 Pada umumnya pendidikan dibagi menjadi tiga macam yaitu: pendidikan formal, informal dan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diberikan di dunia pendidikan seperti di sekolah-sekolah yang dilakukkan oleh tenaga pendidik atau guru untuk mengarahkan siswanya ke hal-hal yang baik dan positif, pendidikan informal adalah pendidikan yang didapat dari dalam keluarga dari sejak lahir. sedangkan  pendidikkan non formal adalah pendidikan yang didapat oleh anak dari lingkungan  masyarakat. Ketiga pendidikan ini saling bergantungan karena saling mempengaruhi perkembangan atau pembentukan karakter anak didik atau siswa.
 Negara Indonesia adalah salah satu negara yang  mempunyai misi pendidikan yang intelektual, tetapi  mewajibkan anak didiknya mempelajari nilai dan norma dari sebuah agama yang dipercayainya, dan mewajibkan penduduknya untuk memeluk satu dari enam agama yang di diakui oleh negara. Hal ini ditujukan agar perbedaan dari ras, budaya dapat terkemas menjadi kebhinekaan. Namun pendidikan non formal terkadang membelokkan inti kebenaran ajaran, sehingga tidak sedikit orang yang mempunyai pandangan salah tehadap suatu kepercayan, yang menyebabkan orang mempunyai fanatisme berlebihan dan berujung pada paham-paham kekerasan seperti terorisme.
2.2.5.      Ketahanan Nasional
 Setiap negara memiliki ciri khas dan konstelasinya masing-masing, baik menyangkut struktur geopolitiknya, susunan penduduk serta kebudayaannya. Negara Indonesia adalah sebagai salah satu negara yang khas didunia, karena penduduknya terdiri dari berbagai macam suku, ras, golongan, dan agama. Selain itu letak geografisnya yang sangat sepesifik, Indonesia dianggap negara yang tepat untuk melakukan aksi teroris. Sehingga tidak sedikit paham kekerasan mucul di Indoesia dan berkembang. Dimana sikap masyrakat yang sedikit acuh dengan kedatangan orang asing, memudahkan paham-paham ini tumbuh dan berkembang tanpa mudah dideteksi oleh aparat keamanan negara. Dalam menghadapi berbagai ancaman dari dalam mau pun luar negeri, Indonesia memiliki suatu konsepsi ketahanan nasional yang memadai dan kuat.
 Bagi terorisme tidak ada matahari kembar, salah satu harus dihancurkan. Meniadakan pihak lain adalah tujuan atau hakikat dari terorisme. kerena itulah, terorisme merupakan ancaman ketahanan nasional suatu bangsa, ketahanan idiologi, ketahanan politik, atau ketahanan pertahanan dan keamanan, melainkan lebih dahsyat lagi merupakan ancaman terhadap kemanusiaan dimuka bumi ini.
  Istilah ketahanan nasional mulai dikenal dan digunakan pada permulaan tahun 1960, yang dikemukakan oleh presiden pertama republik Indonesia bapak Ir. Soekarno. Dan pada tahun 1962 mulai diupayakan secara khusus untuk mengembangkan gagasan ketahanan nasional di sekolah staf dan komando Angkatan Darat, Bandung (Armawi dalam A.M Hendropriyono., Terj, 2005: 2).
 Lebih mendalam pengertian ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Baik yang langsung mau pun tidak langsung yang membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup suatu bangsa (Suradinata dalam A.M Hendropriyono., Terj, 2005: 47).
 Konsepsi ketahanan nasional bertumpu pada kekuatan fisik militer dan politik kekuasaannya. Dengan demikian, jelas bahwa ketahanan nasional harus diwujudkan dengan mempergunakan baik pendekatan kesejahteraan, maupun pendekatan keamanan kehidupan nasional. Menurut buku terorisme kehidupan nasional dibagi menjadi beberapa aspek yaitu sebagai berikut:
a.       Aspek alamiah yaitu meliputi; letak geografis negara, keadaan dan kekayaan alam, keadaan dan kemampuan penduduk
b.      Aspek kemasyarakatan yang meliputi; Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan (A.M. Hendropriyono).

 Unsur-unsur tersebut yang meliputi almiah karena jumlahnya tiga, maka disebut dengan tri gatra; sedangkan aspek kemasyarakatkan dinamakan panca gatra, karena jumlahnya lima. Keseluruhan unsur secara sistematik yang membagi kehidupan nasional dalam delapan aspek atau asta gatra. Konsepsi ketahanan nasional tidak memandang salah satu aspek diatas, tetapi lebih menyikapinya satu sama lain kerena aspek-aspek itu berhubungan erat satu sama lain. Sedangkan keseluruhan merupakan suatu konfigurasi yang menimbulkan daya tahan nasional.
  Bagi bangsa Indonesia bahaya yang mengancam dapat berupa subversi dan intfiltrasi terhadap semua aspek kehidupan masyarakat. Serta adanya kelemahan-kelemahan yang intern dari ketahanan nasional yang dimiliki oleh negara Indonesia menjadi faktor utama, yang sangat rawan terhadap ancaman terorisme.
2.3.  Pemahaman Konsep Jihad

2.3.1.      Makna Jihad
 Kata jihad berasal dari kepercayaan agama Islam. Di Indonesia marak istilah ini dibicarakan setelah banyak terjadi peristiwa pengeboman yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengatas namakan jihad. Bagi kelompok ini arti jihad adalah perang melawan musuh islam. Sehingga tindakan pengeboman terhadap segala sesuatu yang dianggap mungsuh Islam, merupakan perbuatan jihad.
 Kata jihad secara harafiah dan istilah mempunyai makna yang beragam. Makna kata jihad misalnya diartikan berbuat sesuatu secara maksimal, atau mengorbankan segala kemampuan. Arti lain dari jihad adalah berjuang sungguh-sungguh. Sedangkan sebagaian ulama mengartikan jihad sebagai usaha untuk mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakan kebenaran dan kebaikan serta menentang kebahtilan dan kejelekan dengan mengharap ridho Allah (Dewan redaksi, 2009: 33).
 Pemahaman makna jihad dijelaskan juga dalam kitab suci Al Quran dan terjemahanya yaitu di dalam surat al-hajj [22]: 39 yang artinya: diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Sungguh Allah maha kuasa menolong mereka (Tim Penterjemah, 1971: 518). Disini jelas dikatakan bahwa umat Islam boleh melakukan perlawanan apa bila kaumnya diperlakukan tidak berkeprimanusiaan dan ditindas oleh pihak lain. Yaitu lebih terkenal dengan istilah perang dijalan Allah.
 Namun pengertian jihad dalam Al Quran, hadist, dan kitab fiqh pada prinsipnya telah diberikan batasan yang jelas dan terurai. Tetapi pemahaman ini kadang masih disalah artikan oleh sebagian umat Islam yang menjalankan paham kekerasan. Dimana paham ini menghalalkan segala cara termasuk dengan menghilangkan nyawa orang lain. Dengan cara pembunuhan masal untuk menghukum mereka yang tidak sesuai dengan ajaran dan kepercayaanya.
Mengenai hukuman, Sang Buddha dalam kitab suci Dhammapada, Dhanda Vagga Bab X, syair 130 yaitu sebagai berikut:
Semua orang takut akan hukuman Semua orang mencintai kehidupan Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri Hendaknya, seseorang tidak membunuh  atau mengakibatkan pembunuhan.
Sabbe tasanti dandassa Sabbesam jivitam piyam Attanam upamam katva Na haneyya na ghataye (Tim penterjemah, 2005: 56-57).

 Jelas konsep jihad dalam agama Buddha sangat bertentangan sekali dengan ajaran Buddha, karena pada prinsipnya agama Buddha itu mengembangkan sifat-sifat Dhamma pelindung dunia yaitu Hiri dan Otapa dan empat brahma vihara yaitu metta, karuna, muditha, dan upekkha.
 Dalam buku kompilasi istilah Buddhis, dimana hiri mempunyai arti rasa malu akan berbuat jahat dan otapa rasa takut akan akibat perbuatan jahatnya (Dharma K. Widya, 2005: 46). Apa bila konsep hiri dan otapa yang ada dalam agama Buddha dipraktikan oleh seluruh umat manusia jelas di dunia tidak akan ada kejahatan, kriminalitas, pembunuhan, bahkan pengeboman yang sadis yang menyebabkan nyawa orang lain hilang.
 Tidak hanya dhamma pelindung dunia yang ditawarkan oleh Buddha untuk diamalkan dan dipraktikkan, tetapi sifat Brahma vihara juga menunjang perdamaian dunia. Seperti yang dijelaskan dalam buku pokok-pokok dasar agama Buddha bahwa metta (cinta kasih), karuna (kasih sayang), mudita (rasa simpati) dan uppekha empat sifat inilah yang harus dipraktikkan (keseimbangan batin) (Mulyadi Wahyono, 2002: 103-112).
 Jihad dalam kamus besar bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kekuatan. Jihad adalah usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda jiwa dan raga. Jihad adalah perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam (Tim penyusun, 1997: 414).
 Kata jihad oleh masing-masing individu dan kelompok maknai berbeda-beda dan sapai saat ini pemaknaan itu tidak ada yang baku. Suatu kepercayaan disini sifatnya sangat fundamental dan kebenaranya sulit untuk dinilai dari sisi individual. Semakin maju dan berkembangnya pemikiran manusia akan semakin banyak pemahaman kosep jihad. Hal ini jelas tidak bisa dielakan lagi karena pada prinsipnya jihad itu membela agama Islam dari segala bentuk diskriminasi agama. Cara dan usaha yang dilakukan oleh umat islam untuk memaknai jihad jelas berbeda-beda.
2.3.2.      Perkembangan makna jihad dalam Islam

 Islam adalah suatu agama atau kepercayaan yang mengedepankan kebenaran dan kasih sayang antar sesama, tidak menyakiti satu sama lain. Oleh karena itu, pemaknaan jihad semakin relevan untuk dikaji ulang mengingat kondisi dan istrumen jihad selalu mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat.
 Perkembangan pemaknaan jihad sangat beragam tergantung pada konteksnya. Islam memaknai jihad menjadi emam, yakini: perang, haji mabrur, menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim, berbakti kepada orang tua, menuntut ilmu dan mengembangkan pendidikan, dan membantu fakir miskin (Muh. Nahar Nahrawi, 2009: 64-68). Pemahaman enam jihad itu adalah sebagai berikut:


2.3.2.1.  Perang

 Islam mengajarkan pada umatnya agar tidak pernah gentar berperang dijalan Allah. Apa bila mereka dizalimi oleh pihak lain. Bagi kaum muslim untuk berjihad itu bisa berbentuk harta, jiwa, dan raga. Jihad dalam bentuk berperang diijinkan oleh Allah yaitu dengan syarat membela diri, dan melindungi dakwah.
       Mengenai perang dijalan Allah dijelaskan dalam QS. Al-Hajj [22]: 39). Allah berfirman sebagai berikut:

“Dijinkan (berperang) bagi oarang-orang yang diperangi, karena sesunguhnya mereka dizalimi. Dan, sungguh, Allah mahakuasa menolong mereka itu” (Tim Penterjemah, 1971: 518).


  Singkatnya perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa, dan mengharuskan para hamba Allah untuk membela diri dari orang-orang yang mengzalimi. Apabila perang terpaksa dilakukan, perang tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai. Bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi. Hal ini juga dijelaskan dalam Qs. An-nisa [4]: 75. Allah berfirman yaitu sebagai berikut:

“mengapa kamu tidak berperang dijalan Allah, dan membela orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri yang dizalimi penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisimu  dan berilah kami penolong dari sisimu” (Tim Penterjemah, 1971: 131).


  Perang yang dijalan Allahlah yang dimaksud dalam Al Quran. Dimana perang disini, melakukan suatu perlawanan untuk menegakkan keadilan di dunia. Dimana umat Islam, mempunyai misi untuk membela kaumnya dari segala penindasan dan diskriminasi dari pihak luar atau non muslim.

2.3.2.2.   Haji Mabrur

 Haji mabrur, merupakan salah satu ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi kaum perempuan, haji mabrur meupakan jihad yang paling utama. Hal ini ditegaskan dalam sebuah Hadis nabi, yang berbunyi sebagai berikut:
 “Aisyah ra berkata: Aku menyatakan pada Rosulullah SAW: tidakah kamu keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari pada jihad. Rosulullah SAW menyatakan: tidak ada, tetapi untukmu jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji dan menuju haji yang mabrur” (Muh. Nahar Nahrawi, dalam M. Yusuf Asry., Terj, 2009: 65).
  Jelas dikatakan dalam Hadis ini adalah haji. Haji merupakan rukun Islam ke lima setelah membaca dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, puasa di bulan romadhon, dan membayar zakat fitrah. Yang harus dilakukan dan dilaksanakan oleh umat Islam diseluruh dunia. Haji adalah salah satu amalan dari jihad yang dimakusud oleh Rosululloh SAW. Yang mempunyai makna dan berkah yang baik apa bila dilaksanakan.

2.3.2.3.  Menyampaikan kebenaran pada penguasa yang zalim

   Perang jihad untuk melawan para penguasa yang zalim adalah salah satu bentuk perjuangan kaum Islam untuk menegakkan keadilan dan kemerdekaan. Ini jelas diperbolehkan dalam ajaran Islam, karena pada intinya jihad adalah suatu konsep untuk membela diri. Perintah jihad ini juga dijelaskan dalam hadis riwayat At-Tirmizi, yaitu sebagi berikut:
 “Abu Said al-Khurdi menyatakan bahwa Rosulullah SAW bersabda: Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran pada penguasa yang zalim” (Muh. Nahar Nahrawi, dalam M. Yusuf Asry., Terj, 2009: 66).
  Tidak sedikit pemimpin yang menggunakan wewenangnya untuk melakukan monopoli kekuasaan. Dan ini menyebabkan ketidak adilan di muka bumi, dimana kekuasaan itu akan menimbulkan polemik atau masalah disuatu tatanan kekuasaan atau kepemimpinan.

2.3.2.4.  Berbakti kapada orang tua

              Dalam Islam. Jihad lainya adalah berbakti pada orang tua. Anak yang menghormati dan berbakti pada orang tua, baik pada saat orang tua masih hidup, tua, dan meninggal. Berjihad pada orang tua yaitu melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan orang tua. Dalam hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Isra [17] ayat 23, yaitu sebagai berikut:
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya berumur lanjut, dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentuk mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Tim Penterjemah, 1971: 428).

 Memperlakukan orang tua dengan cara yang baik. Yaitu dengan cara melayani mereka dengan hati yang tulus dan tanpa pamrih. Mengupayakan kesenangan orang tua, menghargai jasa-jasanya adalah cara lain untuk menjalankan jihad kepada orang tua sebagai mana yang dijelaskan oleh Rosulullah kepada para hambanya.
2.3.2.5.  Menurut ilmu dan mengembangkan pendidikan
  Dalam agama Islam menuntut ilmu dan memajukan pendidikan, merupakan suatu cara yang digunakan untuk berjihad sesuai dengan apa yang di Hadiskan oleh Rosulullah. Hal ini dijelaskan didalam riwayat Imam Ibnu Madjah, yaitu sebagai berikut:
 “Orang yang datang kemasjidku tidak lain karena kebaikan yang dipelajarinya atau diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang datang bukan karena itu, maka sama dengan orang yang melihat kesenangan orang lain” (Muh. Nahar Nahrawi, dalam M. Yusuf Asry., Terj, 2009: 67).
  Konsep agama merupakan salah satu jenis ilmu yang harus dipelajari oleh manusia. Terkadang ajaran yang dipelajari tanpa pembinaan dan bimbingan yang benar akan menimbulkan pandangan salah. Hal ini yang tidak dibenarkan oleh Rosulullah. Orang yang datang kerumahnya dan mempelajari kebaikan-kebaikan yang diajarkannya maka orang tersebut sudah melakukan jihad untuk agamanya. Namun terkadang ada sebagian individu yang datang hanya untuk melihat atau mempertannyakan ajaran Islam saja, orang seperti inilah yang tidak biasa dikatakan orang yang berjihad untuk agamanya. Belajar ilmu dengan baik dan benar dalam Islam merupakan salah satu perwujudan jihad yang bisa dilakukan oleh imat Islam, baik anak-anak, wanita, dan laki-laki sebagai hamba Allah.

2.3.2.6.  Membantu fakir miskin
  Suatu ajaran atau kepercayaan jelas mengajarkan suatu ajaran, saling menyayangi, menolong, dan toleransi. Membantu sesamanya tidak harus dengan materi, tetapi bisa dilakukan dengan bentuk perhatian, dan perlindungan. Dalam Isalam mengajarkan untuk membantu orang yang tidak mamppu dan para fakir miskin, merupakan jenis jihad yang ke emam yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Mengenai jihad kepada fikir miskian dan orang-orang yang tidak mampu dijelaskan dalam hadis Nabi Mohhamad, yaitu sebagai berikut:
“Rosulullah bersabda: Orang yang menolong dan member perlindungan kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah (Muh. Nahar Nahrawi, dalam M. Yusuf Asry., Terj, 2009: 68).
 Jelas dikatakan oleh Rosulullah bahwa, memberikan bantuan yang finansial dan perlindungan kepada orang yang miskin dan para janda, merupakan amalan yang sama nilainya denagan jihad dijalan Allah. Dalam hal ini, memberikan perhatian atau kepedulian kepada orang yang membutuhkan bantuan merupakan salah satu amalan jihad. Dimana kedua belah pihak sama-sama membutuhkan pengorbanan. Jadi dengan membantu dan memperhatikan orang-orang lemah, jelas kita sebagai manusia dituntut untuk mengorbankan waktu, tenaga, dan harta untuk kepentingan orang lain. Hal ini sangat sesuai dengan pengertian jihad yang di hadiskan oleh Rosulullah. Dari enam pemahaman konsep jihad diatas. Apa bila pemahaman jihad baik, maka berimplikasi positif dan apa bila pemahaman jihad tidak baik, maka akan berimplikasi negatif terhadap umat Islam.

2.3.3.      Makna Jihad dalam Agama Buddha
 Agama Buddha adalah agama yang memiliki pola pandang yang realistis terhadap suatu kehidupan. Pemahaman mengenai pengorbanan dalam agama Buddha memiliki konsep sendiri, dimana konsep ini tidak merugikan orang lain maupun diri sendiri. Buddha menjelaskan ada sepuluh perbuatan baik atau bajik yang dapat dilakukan oleh manusia untuk melakukan pengorbanan. Sepuluh perbuatan bajik tersebuat dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.3.1.  Dana
 Dana adalah beramal, murah hati, gemar menolong orang lain yang sedang kesusahan. Umat Buddha pada kususnya dianjurkan untuk berdana, yang merupakan langkah pertama bagi orang yang ingin melakukan kebaikan. Buddha menjelaskan pada para siswanya bahwa dengan kita melaukan dana dengan ketulusan dan hati yang iklas, maka kita pun akan mendapatkan sebuah kebahagiaan.manfaat lain dari derdana adalah kita akan mendapatkan  atau memperoleh kekayaan baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang.
 Sang Buddha menjelaskan bahwa berdana itu banyak macamnya. Seperti yang dijelaskan dalam buku keyakinan umat Buddha, yang disusun oleh Virana dan Tjeng Ing yaitu sebagai berikut:
2.3.3.1.1.      Dana yang diberikan dalam bentuk materi atau barang. Dana ini disebut dengan istilah amisadana. Contoh dari amisadana adalah meberikan uang, makanan, pakaian, obat-obatan, jubah, dan masih banyak lagi macamnya.
2.3.3.1.2.      Dana yang diberikan dengan cara memberikan penerangan. Dana ini deisebut dengan istilah dhammadana. Orang yang memberikan ceramah, khotbah, atau mengajarkan Dhamma kepada seseorang atau banyak orang adalah seseorang yang telah melakukan dhammadana. Dhammadana merupakan dana atau amal kebajikan yang paling tinggi dan paling besar jasa atau pahalanya.
2.3.3.1.3.      Dana yang diberikan untuk kepentingan manusia disebut dengan atidana. Atidana adalah dana seperti yang dilakukan oleh Sang Buddha seperti pada saat beliau masih menjadi seorang pangeran hingga memutuskan untuk mejadi seorang pertapa yang hingga akhirnya menjadi Buddha.
2.3.3.1.4.      Amal kebajikan yang berupa pengorbanan diri atau kehidupannya sendiri utuk mencapai cita-cita yang luhur. Dana ini disebut dengan mahatidana. Contoh dari mahatidana adalah seperti usaha Bodhisatva dalam usahanya untuk menyempurnakan dana paramita.




2.3.3.2.   Sila

       Sila adalah kemoralan. Sikap yang baik dan sesuai norma-norma yang berlaku merupakan bentuk dari kemoralan. Agama Buddha memiliki peraturan (vinaya) yang harus dijalankan oleh umat awam dan para bhikku dan bhikkuni.
        Bagi umat awam wajib menjalankan lima latihan sila yag terdiri dari tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukkan. Tidak terkecuali bagi pabajitta atau para bhikku dan bhikkuni harus menjalankan sila atau latihan kemoralan sebayak dua ratus dua puluh tujuh untuk bhikku dan tiga ratus sebelas untuk bhikkuni. Ada kelompok masyarakat Buddhis yang masih berlatih yang disebut dengan samanera dan samaneri, mereka menjalankan sepuluh sila.

2.3.3.3.  Meditasi
   Sang Buddha untuk mencapai penerangan sempurna melakukkan bermacam usaha. Dari usaha yang ekstrim sampai usaha yang dapat membebaskan dirinya dari kelahiran kembali. Usaha tersbut salah satunya adalah dengan cara bermeditasi benar (samma samadhi).
  Meditasi dalam agama Buddha terdiri dari dua macam yaitu sammatha bhavana dan vipassana bhavana. Sammatha bhavana adalah meditasi untuk pandangan terang, sedangkan vipassana bhavana adalah meditasi utuk ketenangan batin. Apa bila orang melaksanakan sammatha bhavana maka mereka akan mendapatkan tingkat kesucian atau jhana sesuai dengan kualitas batin mereka. Apa bila seseorang menjalankan vipassana bhavana maka mereka akan mendapatkan enam belas nana atau enam belas pengetahuan.
2.3.3.4.   Berendah hati dan hormat
  Buddha telah mengajarkan kepada para umatnya agar selalu berendah hati dan menghormat pada mereka yang patut dihormati. Rendah hati disini adalah tidak menyombongkan apa yang dimilikinya kepada orang lain, tidak lekas sombong pada saat ia medapat pujian, dan tidak lekas marah pada saat ia mendapat celaan, hinaan, dan fitnahan dari orang lain.
  Menghormat pada mereka yang patut dihormati adalah berkah utama, sebagai mana dijelaskan dalam mangala sutta. Buddha menjelaskan bahwa oaring yang patut kita hormati adalah orang tua, guru, orang yang pengetahuannya diatas dengan kita, orang yang bersusila merekalah orang-orang yang hedaknya kita hormat sepanjang hidup kita.
2.3.3.5.  Berbakti
  Berbakti artinya menghormat. Bakti merupakan salah satu perwujudan dari rasa hormat. Biasanya bakti sering dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. Misalanya saja seorang anak kepada orang tua dan leluhurnya, siswa kepada gurunya. Disamping itu, masih banyak contoh-contoh dari sifat berbakti.
   Sang Buddha menjelaskan menganai sutra bakti seorang anak. Kepada siswanya yang bernama Ananda, yang dijelaskan didalam buku Sutra Bakti Seorang Anak yang diterjemahkan Upi. Terri Nicholson yaitu sebagai berikut :
  Ada sepuluh jenis kebaikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya pertama kebaikan dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama dalam kandungan, kedua kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran, ketiga kebaikan melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan, keempat kebaikan memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan yang manis bagi anaknya, kelima kebaikan memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah, keenam kebaikan menyususkan anak pada payudaranya dan memberikan makan dan membesarkan anaknya, ketujuh kebaikan membersihkan yang kotor, kesembilan kebaikan karena kasih sayang yang dalam dan pengabdian, dan kesepuluh kebaikan karena welas asih yang dalam dan simpati (Upi. Terri Nicholson, 8: 2003).

 Pada dasarnya berbakti yang paling mulia dan tinggi adalah berbaktib kepada ibu yang telah melahirkan kita kedunia. Dengan segala usaha dan kekuatanya beliau mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk anaknya. Dari jasa-jasa itulah Sang Buddha menjelaskan didalam kotbahnya kepada Ananda.
2.3.3.6.  Cenderung membagi kebahagiaan dengan orang lain
 Berbagi kebahagia dengan orang lain dapat dilakukan melalui perbuatan maupun dari segala bentuk perhatian kita kepada orang yang membutuhkannya. Sifat ini merupakan salah satu dari sifat bajik yang harus dikembangkan oleh setiap orang agar bisa mencapai kebahagiaan. Namun terkadang hal seperti ini diabaikan dan dianggap tidak membawa manfaat bagi dirinya.
 Berbagi bahagia tidak hanya dengan materi atau harta benda. Namun berbagi suka cita merupakan salah satu bentuk perbuatan baik yang tanpa kedengkian dan kebencian. Seperti halnya kita mengembangkan sifat-sifat brahma vihara yaitu metta, karuna, mudita, dan uppekha.
2.3.3.7.   Simpati
 Rasa simpati dalam sifat-sifat luhur (brahma vihara) disebut juga dengan mudita. Rasa simpati atau mudita adalah ikut merasa senang atau bahagia melihat orang lain bahagia. Mudita adalah cara yang paling tepat untuk melawan perasaan iri hati. Di samping itu, mudita juga dapat menolong orang lain. Karena orang yang memiliki rasa simpati yang tinggi tidak akan menghalangi kemajuan dan kesejahteraan orang lain.
2.3.3.8.   Mendengarkan Dhamma
 Cara yang paling efektif untuk kita selalu berpikiran baik dan positif adalah dengan cara kita belajar ajaran yang baik seperti dhamma. Untuk mempelajari dhamma yaitu dengan cara kita mendengarkan ceramah dhamma, atau media lainya yang berisi tentang dhamma. Pada masa Sang Buddha, orang dapat mencapai kesucian bahkan nibbana yaitu dengan cara mendengarkan ceramah dhamma Sang Buddha. Diman mereka memperhatikan dan mempraktikkan dhamma yang telah dibabarkannya.

2.3.3.9.  Dhammadesana
  Setiap vihara yang berkembang saat ini selalu melakukan kegiatan ritual keagamaan. Contohnya adalah melakukan puja bakti bersama disetiap pertemuan. Dari hal inilah mucul suatu kebiasaan baik dan terus dikembangkan oleh umat Buddha yaitu ceramah dhamma. Ceramah dhamma ini bisanya dilakukan oleh para pandita atau cedekiawan Buddhis lainnya seperti dharmadutta, dan guru agama Buddha.
 Membabarkan ajaran kebaikan atau dhamma merupakan perbuatan yang mempunyai nilai luhur yang sangat tinggi. Orang yang memberikan ceramah merupakan orang yang sedang mempraktikkan salah satu ajaran dari Sang Buddha yang dissebut dengan dhammadana. Istilah lain untuk ceramah dhamma adalah dhammadesana.
2.3.3.10.  Meluruskan pandangan keliru
 Pandangan salah atau pandangan keliru (micca ditthi) merupakan suatu konsep yang dibuat oleh seseorang dalam megartikan suatu paham atau ajaran. Majunya pola pikir manusia menyebabkan banyaknya asumsi yang berkemabang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Misalanya saja di Indonesia saat ini, muncul banyaknya pandangan-pandangan yang dianggap sesat dan tidak benar. Ini menjadi bukti bahwa manusia pada masa moderan seperti ini masih mencari-cari suatu kepercayaan yang dianggap bisa membebaskan mereka dari segala bentuk penderitaan.
 Agama Buddha memiliki cara tersendiri untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan cara kita mengembangkan atau menjalankan  ajaran Sang Buddha. Jalan mulia berunsur delapan merupakan cara yang paling tepat untuk mengatasi segala masalah yang ada. Dimana dijelakan mengenai pandangan benar (samma ditthi). Orang yang berpandangan benar, maka tidak akan melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. 
2.4.  Dampak Aksi Terorisme
 Suatu aksi kekerasan jelas akan meninggalkan kesedihan, ratap tangis, dan kesengsaraan dari banyak pihak. Disinilah aksi terorisme dianggap sebagai suatu aksi kekerasan yang menyebabkan derita,  luka, bahkan kematian dini. Seperti yang telah kita ketahui baik dari televisi maupun media masa lainnya, terorisme yang berkembang di Indonesia adalah jaringan Al Qaeda yang mengusung misi jihad. Pemahaman konsep jihad yang salah menebabkan orang melakukan aksi kekerasan yang menimbulkan kesengsaraan banyak pihak termasuk diri sendiri.
 Pemahaman kosep jihad yang salah bisa disebut dengan pandangan salah.  Pandangan salah sudah ada sejak dahulu, misalnya pada masa Sang Buddha yaitu terdapat pandangan jahat yang timbul dalam diri seorang Bhikku yang bernama Arittha. Di kotbahnya yang bernama Alagaddupama sutta  Sang Buddha menjelaskan mengenai pemahaman ajaran yang salah yaitu sebagai berikut:
Para bhikkhu, beberapa orang bodoh belajar Dhamma khotbah-khotbah (sutta-sutta), bait-bait (geyya), eksposisi-eksposisi (veyyakarana), syair-syair (gatha), pernyataan-pernyataan gembira (udana), kata-kata (itivuttaka), cerita-cerita kelahiran (jataka), Dhamma yang menakjubkan (abbhutadhamma) dan tanya-jawab (vedalla) - tetapi setelah mempelajari Dhamma, mereka tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan. Tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan, mereka tidak mendapat pengertian sebenarnya dari ajaran-ajaran itu. Sebaliknya mereka belajar Dhamma hanya untuk mencela orang-orang lain dan memenangkan perdebatan, serta mereka tidak mengalami kebaikan dari tujuan mereka belajar Dhamma. Ajaran-ajaran itu, salah diterima oleh mereka, menyebabkan kerugian dan penderitaan yang lama.
Misalnya, ada seorang yang memerlukan ular, mencari ular, mengembara mencari ular, melihat seekor ular besar dan menangkap lingkarannya atau ekornya. Ular itu akan berbalik kepadanya, menggigit tangannya, lengannya atau anggota tubuhnya, dan karena itu ia dapat mati atau mati dengan menderita. Mengapa begitu? Sebab ia salah menangkap ular. Begitu pula, di sini ada beberapa bhikkhu yang salah arah belajar Dhamma .... Ajaran-ajaran itu, salah diterima oleh mereka, menyebabkan kerugian dan penderitaan yang lama (Tim penterjemah, 2003: 138).

 Sang Buddha mengatakan apa bila seseorang mempercayai dan melaksanakan suatu ajaran tanpa memeriksa arti atau isi melalui kebijaksanaan (panna). Jelas akan merugikan banyak pihak yaitu diri sendiri dan orang lain. Belajar suatu keyakinan haruslah mempunyai tujuan yang baik agar apa yang diperintahkan oleh agamanya mempunyai nilai yang baik juga. Tidak merugikan orang lain, tidak menyakiti, dan mengembangkan sifat Brahma vihara adalah hal yang diajurkan oleh Buddha untuk menghindari pandangan salah.
   Pemahaman konsep yang salah juga harus diimbangi dengan pengertian yang benar agar segala penafsiran arti pengorbanan tidak menyimpang dari norma-norma agama yang berlaku. Jihad yang dijelaskan oleh Rosulullah adalah pembelaan pada agama dari orang-orang yang dianggap murtad. Konsep jihad inilah yang disalah artikan oleh sebagian umat Islam. Sehingga menyebabkan Islam diberi julukan agama teroris.  Padahal tidak  semua umat Islam melakukan jihad yang salah. Jelas dari aksi terorisme yang mengatas namakan jihad, dalam agama Islam  dibenarkan, karena itu sama saja membela agamanya.
  Namun tidak halnya dimata hukum Indonesia. Orang yang melakukan suatu perbutan yang merugikan orang lain, akan tetap dikatakan melanggar hukum. Hal ini terbukti dari penangkapan dan eksekusi mati para pelaku pengeboman. Dimata negara mereka bukan jihad yang diajarkan oleh agama. Melainkan menjalankan aksi terorisme yang meresahkan masyarakat dan merugikan negara khususnya negara Indonesia.
  Dalil atas nama agama, terkadang menyudutkan dan menyulitkan pemerintah dalam penegakan hukum untuk menghakimi para pelaku teroris. Karena akan terjadi suatu kondisi pro dan kontra atas aksi mereka. Tidak sedikit orang yang membenarkan aksi mereka dan tidak sedikit juga yang mengutuk perbuatan keji mereka. Jelas terlihat para misioner Islam dalam menyampaikan hakikat dari jihad belum bisa dipahami seutuhnya oleh umatnya. Sehingga menimbulkan pengertian yang salah.
   Mengenai pengertian yang salah, Sang Buddha menjelaskan kepada muridnya yang bernama Bhikku Maha Kotthita. Dalam kotbahnya yang bernama Mahavedalla sutta, Sang Buddha menjelaskan sebagai berikut:
“Avuso, tanpa pengertian, tanpa pengertian, “apa yang dimaksud dengan ucapan itu?”
“ Avuso, tidak mengerti, tidak mengerti”, itulah sebabnya mengapa ’tanpa penegertian’ dikatakan orang, tidak mengerti tentang apa? Tidak mengerti: ini adalah penderitaan’: tidak mengerti; ‘ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’; ‘tidak mengerti, tidak mengerti”, itulah sebabnya mengapa ‘tanpa pengertian’ kata orang” (Corneles Wowor, M. A., 1993: 189).
         Sang Buddha jelas mengatakan bahwa kehidupan itu suatu proses dari penderitaan. Tetapi manusia kurang menyadari bahwa suatu kemelekatan akan mengakibatkan suatu penderitaan. Orang yang tidak bisa memahami arti dari penderitaan, sebab penderitaan, jalan menuju terhentinya penderitaan, dan terhentinya penderitaan. Jelas orang tersebut tidak memiliki pengertian dan pandangan benar terhadap suatu ajaran atau keyakinan.
  Khasus teror yang meresahkan masyarakat khususnya masyarakat Indonesia berpangkal dari pandangan salah yang perlu diluruskan. Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan budaya ketimurannya dan toleransinya menyebabkan para teroris mudah untuk mempengaruhi pola pikir mereka. Perkembangan paham teroris  di Indonesia sangat cepat, melalui politik mereka yang licin membuat mereka sulit direduksi oleh pemerintah. Para teroris membuat tempat untuk menetap dalam kurun waktu yang lama sulit untuk dideteksi oleh keamanan negara disebabkan kesolidan antar mereka yang tinggi. Dari hal itu Indonesia terkanal dengan julukan sarang teroris. Lemahnya ketahanan nasional dan hukum menyebabkan para terorisme menginjakkan kakinya ke Indonesia.
  Pengamanan anti terorisme negara yang lemah menjadi cerminan kondisi negara yang lemah pula. Pendidikan masyarakat Indonesia yang tergolong rendah membuat para teroris mudah mencari masa untuk menjadi pengantin dalam aksi pengeboman. Para teroris mencari orang-orang yang mempunyai keyakinan yang tinggi terhadap ajaran Islam dan biasanya orang yang miskin dan terdera masalah yang pelit sehingga dia merasa putus asa. Pada saat seperti itulah para teroris mencuci otaknya agar mau berkorban atas nama agama dan jihad.
  Tidak hanya faktor itu saja faktor fanatisme dan pendidikan yang rendah juga mempengaruhi pola pandang seseorang. Orang yang ingin membaktikan dirinya untuk agama mempunyai tekad yang kuat untuk membela agamanya dari orang-orang yang dianggap kafir. Nagara yang maju adalah negara yang pola pikir masyarakatnya modern, realistis, masuk akal, dan melakukan penelitian untuk membuktikan kebenaran. Sampai saat ini masyarakat Indonseia belum sampai kesitu pemikirannya. Dan tidak sedikit yang menerima mentah-mentah suatu kepercayaan sehingga menimbulkan pandangan salah.
 Dari hal-hal yang disebutkan diatas, aksi para teroris ini juga mempengaruhi pola pandang masyarakat Indonesia, dimana mereka akan mengalami suatu rasa ketakutan dan kengerian terhadap tindakan kekerasan. Tidak sedikit orang yang kehilangan sanak keluargannya yang sebagai tumpuan hidup mereka. Dan membuat para istri menjadi janda, dan anak-anak menjadi yatim. Dan yang lebih miris lagi bagi korban yang hidup yang mengalami kecacatan dan trauma yang berkepanjangan akan mempengaruhi kondisi pisikis mereka.
 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merupakan negara yang terdiri dari berbagai kepulauan. Dimana masing-masing pulau mempunyai kekayaan alam, keragaman budaya, dan suku yang berbeda-beda sehingga terkadang terjadi suatu perbedaan dan kesenjangan dalam diri masyarakat Indonesia. Misalnya pulau bali merupakan salah satu pulau yang mempunyai kekayaan alam yang indah, yang dapat menghasilkan aset yang banyak bagi negara Indonesia. Namun setelah terjadinya suatu aksi pengeboman di Bali menyebabkan investasi atau pendapatan negara menurun dari bidang pariwisata, dan para investor asing pun tidak mau datang ke Indonesia dan bekerja sama sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian yang sangat besar.
 Dari hal itulah negara Indonesia baik dibidang ideologi, politik, sosial, budaya dianggap yang sangat multi aspek mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam penilaian negara lain. Yang memunculkan statment negatif bagi negara. Orang yang membela negara dari segala bentuk penjajahan, termasuk teroris merupakan cara bagi mereka untuk mempertahankan kemerdekaannya. Pemahaman dan penerapan patriotisme dalam diri masyarkat Indonesia dirasa belum maksimal, hal ini terbukti dari para pelaku teroris merupkan warga negara Indonesia asli. Yang dibiyayai pihak asing untuk menggulingkan pemerintahan yang sah di Indonesia. Dan melawan hukum yang berlaku di Indonesia.

BAB III
PANDANGAN BENAR (SAMMA-DITTHI)

3.1. Pemahaman Samma Ditthi

3.1.1.      Arti Ditthi (Pandangan)

   Dalam kamus Tata Bahasa pali ditulis, bahwa ditthi adalah pandangan, kepercayaan, religi, dan doktrin (Cunda Supandi, 2001 : 222). Dengan demikian ditthi merupakan suatu ajaran atau sebuah doktrin yang bersifat religious agama. Dimana sejak jaman Buddha Sakyamuni lahir kedunia doktrin ini sudah ada dan selalu menjadi pedoman hidup masyarakat saat itu.
   Pengertian ditthi juga dijelaskan dalam buku kompilasi istilah Buddhis yaitu sebagai berikut: pandangan, keyakinan, opini (Dharma K. Widya, 2005: 40).Selanjutnya dalam Kamus Umum Buddha Dharma, ditthi adalah ajaran atau pandangan. Dalam hal ini dapat digunakan dalam arti yang netral atau negatif. Dalam pengertiannya Ditthi dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu Samma-Ditthi dan Micca-Dtthi (Panjika, 2004: 10).
    Berdasarkan pada kutipan di atas, dan penjelasan diatas, mengenai ditthi memiliki dua asumsi yang dapat digunakan dalam pengertian positif dan negative. Apa bila digunakan dalam istilah yang positif sang Buddha menjelaskan mengenai samma-ditthi yang artinya pandangan benar, tetapi jika digunakan dalam pengertian yang negatif  maka akan menjadi micca-ditthi atau pandangan salah.
   Sedangkan dalam buku Materi Pokok Dhamma Vibhaga I Modul Untuk Perguruan Tinggi, ada sebuah kalimat sebagai berikut :

Istilah ditthi menurut kata yang sesungguhnya adalah ‘ajaran’ atau ‘pandangan’, dapat dipergunakan baik dalam suatu arti yang netral atau negative. Kata Ditthi dalam pengertian netral, penggunaannya tergantung pada kalimat atau ungkapan yang menggunakannya, seperti digunakan dengan awalan Samma (benar) atau Micca (salah) sehingga pengertiannya menjadi jelas (Corneles Wowor, 1993: 7).


    Berdasarkan pada pernyataan tersebut di atas, maka kata ditthi Dalam jalan mulia berunsur delapan menjadi salah satu ruas yang disebut dengan samma ditthi. Pengertian dari samma ditthi ini dijelaskan oleh sang Buddha sebagai salah satu jalan untuk mencapai suatu pembebasan.

3.2. Pengertian Samma ditthi
 Satu-satunya jalan yang diajarkan oleh Buddha untuk mencapai kebahagiaan sejati adalah dengan menjalankan kehidupan sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Seseorang yang sedang menempuh kehidupan selaras dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan—apapun agamanya— kebahagiaan sejati akan dapat ia alami saat ini juga. Kebahagiaan sejati menurut ajaran Buddha hanya dapat dicapai ketika seseorang melenyapkan kebencian, keserakahan (kemelekatan) dan kebodohan-batin sampai ke akar-akarnya. Kebahagiaan sejati dalam ajaran Buddha dikenal sebagai Nibbana atau Nirvana.
 Jalan Mulia Berunsur Delapan ditemukan oleh Buddha Gotama sekitar 2500 tahun yang lalu sebagai sebuah jalan yang mempunyai delapan unsur di dalamnya cullavedala Sutta. Jalan ini harus dilihat sebagai sebuah jalan di mana di dalamnya terdapat delapan unsur atau cara yang saling melengkapi. Delapan unsur tersebut adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ketika salah satu unsur telah sempurna dijalankan, sebenarnya unsur lainnya juga mengikuitinya sesuai dengan kualitas batin seseorang. Masing-masing unsur saling mendorong dan mendukung sehingga dapat mengantarkan seseorang menuju kehidupan bahagia atau mencapai kebahagiaan sejati. Delapan unsur yang merupakan satu kesatuan tersebut didalam Majjhima Nikaya yaitu dalam suta Cullavedala Sutta disebutkan sebagai berikut:
1.      Pandangan benar  (samma ditthi)
2.      Pikiran benar atau Niat benar  (samma sankappa)
3.      Ucapan benar  (samma vaca)
4.      Perbuatan benar atau tindakan benar  (samma kammanta)
5.      Mata pencaharian benar atau penghidupan benar (samma ajiva)
6.      Daya upaya benar atau usaha benar (samma vayama)
7.      Perhatian benar atau kewaspadaan benar (samma sati)
8.      Konsentrasi benar (samma samadhi) (http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=246 diakses tanggal 25 Maret 2010)
Penulis disini hanya membahas mengenai pandangan benar yang terdapat dalam jalan mulia berunsur delapan. Pandangan benar sebagai sebuah cara pandang terhadap kehidupan ini memegang peranan yang sangat penting. Seseorang yang pandangannya benar akan menjalani hidup ini dengan bahagia. Sebaliknya seseorang yang memiliki pandangan yang salah, akan menjalani kehidupan ini dengan penderitaan atau kebahagiaan yang semu.
   Dari penjelasan ditthi yang merupakan suatu konsep dalam suatu ajaran atau kepercayaan. Dapat dikemas oleh Sang Buddha dengan istilah samma ditthi yang artinya pandangan benar. Pandangan benar disini adalah suatu kepercayaan yang didasarkan pada penyelidikan. Seperti yang di katakana oleh sang Buddha dalam kotbahnya yang bernama kalama sutta. Sabda ini mengutip dalam Anguttara Nikaya I, 189 mengenai Kalama Sutta, yaitu:

Janganlah engkau menerima segala sesuatu hanya karena berdasarkan atas laporan, tradisi kabar angin, tertulis dalam kitab suci atau hanya karena rasa hormat terhadap seorang guru. Akan tetapi, bilamana engkau ketahui sendiri...hal-hal ini tidak baik, tercela, tidak dibenarkan oleh para bijaksana, tidak sesuai untuk dilaksanakan, menimbulkan kerugian dan penderitaan, maka engkau harus meninggalkanya...bilamana engkau sendiri...hal-hal ini baik, tidak tercela, dipuji oleh para bijaksana, sesuai untuk dilaksanakan, membawa kepada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka terimalah hal-hal itu dan laksanakanlah dalam hidupmu (Tim Penyusun, 2003: 29).
                   

    Jelas diatas Sang Buddha tidak membenarkan apa bila suatu kepercayaan di paksakan kepada orang lain. Dan untuk orang lain menerima suatu pandangan bukan atas dasar kekerasan, pemaksaan, sogokan, propaganda, guru, bahkan ajaranya. Di samping hal itu, dalam Kamus Tata Bahasa Pali, samma-ditthi adalah pandangan benar, pengertian benar, kepercayaan benar mengenai suatu ajaran (Cunda Supandi, 200: 307).
   Agama Buddha adalah agama yang relistis dan dapat diselami oleh mereka yang bijaksana. Dan apa yang dicapai oleh sang Buddha juga dapat dicapai oleh siswanya. Menurut ajaran Buddha, pengetahuan itu menjadi penghalang  kepada pengetahuan sejati. Sedangkan pandangan adalah kendala untuk mencapai kesadaran. Terikat pada pandangan bisa mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk mencapai pengertian yang lebih tinggi. Dari hal inilah sang Buddha menjelaskan dalam kotbahnya yang bernama Vajracckendika Sutra, yaitu:

Jangan tersekat atau terikat pada salah satu ajaran, teori, atau pun idiologi, termasuk juga ajaran Buddha. Sistem pemikiran dalam agama Buddha seharusnya hanya merupakan penuntun jalan dan tidak merupakan kebenaran mutlak (Y.A Thich Nhat Hanh, 2005: 1).


 Mengenai hal diatas dapat kita temukan dalam sutra-sutra mengenai “ raungan singa agung” maksudnya adalah agama Buddha merupakaan satu-satunya ajaran yang menyatakan ajaranya bagaikan sebuah rakit untuk menyebrangi lautan samsara. Dan bukan kebenaran mutlak yang mesti dijujunjung. Ajaran Buddha adalah ajaran yang menangkal dogmanisme dan fanatisme yang mengakibatkan konflik dan kekerasan.
    Disamping hal diatas Samma-ditthi adalah sebuah pandangan atau kepercayaan religious atau kepercayaan yang menurut kebenaran sesungguhnya. Dalam kotbahnya yang lain di dalam Majjhima Nikaya I Sang Buddha menjelaskan dan membabarkan mengenai pandangan benar yaitu dalam Samma-Ditthi Sutta, yaitu sebagai berikut:

Ketika seorang siswa agung telah memahami demikian mengenal hal yang tak bajik dan akar dari hal yang tak bajik, serta hal yang bajik dan akar dari hal yang bajik”. Maka dia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan dasar kearah nafsu, dia menghapus kecenderungan dasar kearah kebencian, dia menghancurkan leburkan kecenderungan dasar kearah pandangan dan kesombongan tentang “Aku”. Dengan meninggalkan kebodohan batin dan dengan membangkitkan pengetahuan sejati, dia disini dan kini menghentikan penderitaan”. Dengan cara itu pula seorang siswa agung yang yang pandangannya benar, yang pandangannya lurus yang memiliki keyakinan sempurna didalam Dhamma dan telah tiba pada Dhamma sejati ini (Team penterjemah, 1993: 30).


              Sesesungguhnya dari hal diatas apa bila seseorang sudah bisa memahami suatu pandangan dengan benar. Dan menjalankan ajaranya tanpa merugikan mahkluk lain dan diri sendiri, maka kekerasan dan diskriminasi suatu agama tidak akan pernah ada didunia. Dan fanatisme yang berlebihan tidak akan muncul dalam kehidupan beragama yang beragam.
   Sang Buddha menjelaskan jalan mulia berunsur delapan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Sila, Samadhi, dan Panna.yang terdapat dalam Dhammacakka pavatthana sutta, yaitu sebagai berikut:
   Pengertian banar dan pikiran benar digolongakan dalam panna (kebijaksanaan), ucapan benar, perbuatan benar, dan mata pencaharian banar remasuk dalam sila (moralitas), daya upaya banar, perhatian benar, dan samadi benar termasuk dalam samadhi (meditasi) (Sangha Theravada Indonesia, 2005: 151).
    Jadi sesuai dengan kutipan di atas, bahwa samma-ditthi merupakan suatu kebenaran yang sempurna dimana adanya pandangan benar mengenai segala seauatu adalah adanya sebab dan akibat yang saling bergantungan. Dalam buku lain yang berjudul Tiga Guru Satu Ajaran, Samma-Ditthi atau pandangan benar merupakan pengetahuan mengenai Empat Kebenaran Mulia, yang mempunyai makna bahwa berusaha memahami diri sendiri sebagaimana adanya (Sutradharma TJ Sudarman, 2000; 42).
  Dari kutipan tersebut di atas, bahwa samma-ditthi adalah pandangan benar dan pemahaman tentang hakekat diri sendiri serta pandangan tentang catari arya saccani atau empat kebenaran mulia. Empat kebenaran mulia yaitu dukkha, sebab dukkha, terhentinya dukkha, dan jalan menuju terhentinya dukkha.
   Dalam buku yang berjudul keyakinan Umat Buddha, yang ditulis oleh Sri Dhammananda. Samma-ditthi atau pandangan benar dapat berarti memahami sifat kamma yang bermanfaat (baik) dan kamma yang tidak bermanfaat (buruk), dan sebagaimana dilakukan oleh tubuh, ucapan dan pikiran (Handaka Vijjananda & Ashin Kusaladhammo, 2005: 113).
   Pada dasarnya yang membentuk suatu kehidupan adalah suatu nafsu yang dilakukan melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan. Dari ketiga hal itulah akan mucul suatu penderitaan yang akan terus menerus berlangsung. Hal itu akan berhenti apa bila seseorang sudah dapat memahami dan menyelami hidup sesuai dengan ajaran Buddha. Disini jelas jalan tengah harus dijalankan secara benar, yaitu sebagai usaha untuk menghindari dua jalan ekstrim. Dalam buku Dhamma Praktis dijelaskan dua pandangan ekstrim yang menghambat kemajuan batin yaitu: yang pertama adalah pandangan ekstrim bahwa mencari kebahagiaan dengan menuruti nafsu-nafsu indria yang rendah, dan pandangan ekstrim yang kedua adalah mencari kebahagiaan dengan cara menyiksa diri (Citta Sukha, 2007: 4). 
   Selanjutnya dalam buku Buddha Dhamma Untuk Mahasiswa, samma-ditthi atau pandangan benar adalah segala sesuatu adalah kosong dan tanpa inti (anatta). Sang Buddha menyatakan bahwa semua benda adalah kosong yang tidak menunjukkan pada suatu apapun selain  dari kesadaran bahwa mereka adalah kosong dari keakuan (B. Buddhadassa, 2001; 44).
   Sedangkan dalam buku Wacana Buddha Dhamma, Samma-Ditthi adalah pemahaman tentang dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan menuju lenyapnya dukkha. (Krishnanda Wijaya Mukti, 2003: 136).
   Dari yang ada pada pernyataan diatas, bahwa samma-ditthi adalah realitas sesungguhnya dalam memahami adanya empat kebenaran yang mulia sebagai jalan mencapai kebahagiaan. Dimana dengan mengetahui bahwa kehidupan ini adalah dukkha, maka seseorang akan mengendalikan diri berucap benar, perbuatan benar, bekerja benar, berusaha benar, perhatian benar dan kosentrasi benar agar kebahagiaan dapat tercipta.
    Samma ditthi dalam buku Buddhadharma untuk anak dijelaskan sebagai pengertian yang tepat, pengertian terbaik, pengertian yang bukan sebagian benar, sebagian salah, tetapi merupakan pengertian terbaik dan terlengkap yang bisa kita capai (Y.A. Sumangalo Mahathera, 2004: 30). Artinya, masing-masing dari kita harus berusaha keras untuk mendapatkan pengertian yang benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, hal ini juga dijelaskan dalam Dhammapada yamaka vagga, bab 1 syair 20 yaitu sebagai berikut:

Appam pi ce samhita bhasamano
Dhammassa hoti anudhammacari
Ragab ca dosab ca pahaya moham
Sammappajano suvimuttacitto
Anupadiyano idha va huram va
Sa bhagava samabbassa hoti.

            Artinya:

Biarpun orang sedikit membaca Kitab Suci, tetapi berbuat sesuai Ajaran, menyingkirkan nafsu indera, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang terbebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana, maka ia akan memperoleh kehidupan suci (Tim Penterjemah, tahun 2005: 8-9).


Jelas sekali Sang Buddha mejelaskan, bahwa untuk merealisasikan ajarannya itu bukan dengan kata-kata yang indah dan banyak, tetapi lebih ditekankan pada praktik yang nyata dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun orang hanya memiliki pengetahuan dhamma sediki, tetapi apabila dilaksanakan dan dijalankan dengan baik tidak menutup kemungkinan orang tersebut kualitas batinnya lebih baik dari pada mereka yang banyak mengetahui teori dhamma tetapi tidak menjalankannya.
 Konsep pengertian benar juga dijelaskan  dalam buku Keyakinan Umat Buddha, bahwa pengetahuan benar tentang Empat Kesunyataan Mulia, yaitu pengetahuan benar tentang dukkha, sebab munculnya dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan melenyapkan dukkha (virana, 2008: 64).
   Pengertian benar pada dasarnya merupakan pengetahuan yang berdasarkan pada penalaran manusia dan di dasarkan pila pada kemampuan berfikir seseorang yang masih terbatas pada pengalaman yang dialami melalui indera-inderanya. Pengertian benar akan memastikan kebenaran pikiran dan keselarasan gagasan. Ketika pikiran dan gagasan menjadi jelas dan bermanfaat, ucapan dan perbuatan seseorang akan memnukutinya.
    Pengertian benar juga menyebabkan seseorang mengusahakan daya upaya benar yang membantu mengembangkan perhatian benar. Daya upaya benar dan perhatian benar akan menyebabkan unsur-unsur jalan mulia berunsur delapan lainya akan bergerak ke dalam dan berhubungan erat satu sama lain.
    Lebih lanjut, dalam http://www.walubi.com bahwa, “Samma-Ditthi atau pandangan benar merupakan pengetahuan mengenai empat kebenaran mulia, hukum sebab akibat kamma, tilakkhana. Dengan kata lain memahami diri sendiri sebagaimana adanya atau dalam Buddhis adalah tidak hanya sekedar percaya tanpa adanya suatu alasan”. Demikianlah, bahwa samma-ditthi merupakan pengetahuan mengenai empat kebenaran mulia, sebab dan akibat kamma dan tilakkhana, dalam hal ini tidak percaya begitu saja terhadap suatu kepercayaan.
    Dari keseluruhan pendapat atau pernyataan yang sudah dijelaskan diatas, maka penulis menyatakan bahwa ‘samma-ditthi adalah pandangan yang integral, menyeluruh dan mendalam kedalam suatu kehidupan yang realitas dan sesungguhnya. Dimana dengan adanya samma-ditthi seorang dapat memahami bahwa kehidupan adalah penuh dengan penderitaan, kehidupan penuh perubahan, tidak ada kekekalan dan kehidupan seseorang dipengaruhi oleh kamma masa lampau mau pun sekarang. Dan dengan memahami pandangan benar serta unsur jalan tengah lainnya, maka kebahagiaan dapat tercipta tanpa saling menyakiti kepada sesama.

4.2. Faktor pembantu samma-ditthi

  Dalam Agama Buuddha Samma-ditthi merupakan suatu pandangan benar, agar samma-ditthi atau pandangan benar dapat memiliki, maka harus ada beberapa faktor yang membantu. Kutipan Cintiawati dan Lany Anggawati dari sabda Sang Buddha dalam kitab suci Agama Buddha bagian Angutara Nikaya II, adalah sebagai berikut: “Disini para bhikku, pandangan benar dibantu oleh moralitas, oleh belajar banyak, oleh diskusi (tentang apa yang telah dipelajari), oleh ketenangan dan pandangan terang” (Cintiawati & Lany Anggawati, 2003: 319)
  Telah diketahui bahwa samma-ditthi merupakan suatu pandangan yang mampu menembus kedalam kebenaran yang sesungguhnya. Agar seseorang memiliki pandangan yang sempurna, maka orang tersebut harus memiliki moral yang baik. Karena dengan moral yang baik akan mendukung seseorang untuk memiliki pandangan yang baik pula. Selain memiliki moral yang baik sebagai dasar, maka ada hal-hal yang lain lagi yang mendukung terwujudnya pandangan yang benar yaitu adanya pengetahuan yang cukup, membahas Dhamma dan merealisasikannya serta adanya pandangan yang terang.
  Selanjutnya Mulyadi Wahyono menerangkan bahwa ada suatu yang membuat sulit untuk memiliki sebuah pandangan yang benar, adalah sebagai berikut:
Avijja adalah merupakan sebuah penderitaan yang nyata; sebab-sebabya, pengakhirannya, dan jalan menuju berakhirnya, semua itu merupakan sebab utama berputarnya roda samsara (lingkaran tumimbal lahir). Dengan kata lain, adanya ketidaktahuan mengenai segala sesuatu sesuai dengan sebagaimana mestinya, tidak mengetahui diri dengan sewajarnya, maka pandangan benar akan tertutup olehnya. (Mulyadi Wahyono, 2002: 192).


  Berdasarkan kutipan di atas, pandangan benar dapat dimiliki manakala seorang memiliki pengetahuan. Dengan adanya avijja atau ketidaktahuan akan dhamma, maka seseorang tidak mampu menembus ke dalam pandangan yang benar. Seperti seorang berada pada ruang yang gelap dan tidak mampu mengetahui arah. Jadi dalam hal ini, dengan memiliki pengetahuan sebagai tuntunan hidup, maka pandangan benar akan dapat dimiliki oleh setiap orang.
  Apa bila orang ingin mencapai nibbana awal yang baik adalah memahani pandangan benar yang terdapat dalam jalan mulia berunsur delapan dalam bahasa pali disebut dengan samma-ditthi. Samma ditthi merupakan suatu pandangan benar yang merupakan salah satu dari delapan unsur dijalan tengah. Untuk memahami samma-ditthi atau pandangan benar ini, manusia harus mengembangkan upekkha atau keseimbangan batin. Dimana sifat luhur ini dapat menuntun seseorang untuk berpikir sesuatu hal yang akan dilakukan baik atau tidak. Apa bila keseimbangan batin ini dimiliki oleh setiap manusia maka tidak akan ada pertikaian dan kekerasan , yang memnyebabkan penderitaan. Orang akan dapat membedakan perbuatan yang benar dan tidak benar adalah seseorang yang mampu memandang sesuatu tanpa kekeliruan.
  Dalam hal itu, Sang Buddha menjelaskan di Angutara Nikaya dan beliau bersabda, “ Disini para bikkhu, pandangan benar dibantu oleh moralitas, oleh belajar banyak, oleh diskusi (tentang apa yang telah dipelajari), oleh ketenangan dan oleh pandangan terang” (Wena Cintiawati & Lany Anggawati, 2003 ; 319).
  Demikian, bahwa samma-ditthi merupakan suatu pandangan yang mampu menembus kedalam kebenaran yang sesungguhnya. Agar seseorang dapat memiliki pandangan yang sempurna, maka orang tersebut harus terlebih dahulu memiliki moral yang baik. karena dengan moral yang baik akan mendukung seseoarang untuk memiliki pandangan yang baik pula. Selain memiliki moral yang baik sebagai hal yang mendasar, maka ada hal lain yang mendukung terwujudnya pandangan benar yaitu adanya pengetahuan yang cukup mengenai Dhamma, membahas Dhamma dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, serta merealisasikan dalam sutau kondisi yang disebut dengan pandangan terang.
   Perlu diketahui bahwa apa yang didapat oleh sang Buddha dapat dimiliki oleh para siswanya. Namun jalan satu-satunya untuk merealisasinya adalah dengan cara mempraktikan ajaran dan jalan yang telah ditunjukan untuk umat manusia. Dimana intisari dari ajarannya dapat kita lihat dalam buku Dhammapada. Buddha Vagga, bab XIV,yaitu sebagai berikut:

Sabbapapassa akaranam
Kusalassa upasampada
Sacittapariyodapanam
Etang Buddhana sasanam

Artinya:

Tidak melakuakan segala bentuk kejahatan,
senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin;
inilah ajaran para Buddha (Tim penterjemah,2005: 78).

     Apa bila ajaran Buddha telah dipraktikkan dengan sempurna, maka  tidak akan ada lagi pertikaian akibat dari perbedaan. Dan suatu kepercayaan hendaknya membawa berkah kebaikan dan kebahagiaan. Tanpa harus menyakiti satu sama lain. Tidak ada jalan lain yang dapat membawa kemurnian pandangan yang dapat mengalahkan nafsu keinginan, kecuali jalan mulia berunsur delapan. Intisari dari ajaran inilah yang akan membawa manusia menuju kebahagiaan yang abadi atau nibbana.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Pengertian Pandangan Benar (samma ditthi)

Dewasa ini sering kita lihat bahwa tidak sedikit kasus-kasus kriminalitas yang merugikan para pelaku dan orang lain terjadi di negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kosep-konsep dari ajaran agama yang disalah artikan oleh para penganutnya. Kembali pada suatu kenyataan bahwa suatu kepercayaan dibangun dari dalam diri individu, tidak ada satu orang pun bisa ikut campur untuk menentukan suatu keparcayaan.
Kurangnya pengertian dan pemahaman mengenai konsep atau ajaran, dapat menimbulkan pandangan salah (micca ditthi). Mengenai hal ini Sang Buddha menjelaskan jalan mulia berunsur delapan. Dimana masing-masing unsur memiliki makna dan pengertian yang berbeda, tidak menyesatkan, dan membawa kemajuan batin bagi setiap orang yang mejalankan dan mempraktikkannya. Apa bila unsur-unsur itu dilaksanakan dengan baik yang paling nikmat adalah seseorang akan mencapai kebahagiaan sejati atau nibbana.
Hal yang paling utama agar orang tidak memiliki pandangan salah (mica ditthi), maka kita harus memahami pengertian pandangan benar (samma ditthi) yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Berikut ini adalah pemahaman mengenai pengertian atau konsep pandangan benar sebagaimana yang dijelaskan oleh Sang Buddha, yaitu:


4.1.1.      Pandangan benar (samma ditthi) Mengenai Empat Kebenaran Mulia


Pengertian benar atau pandangan benar adalah pengetahuan benar tentang empat Kesunyataan mulia. Empat kesunyataan mulia itu adalah pengetahuan benar tentang dukkha, sebab munculnya dukkha, terhentinya dukkha dan jalan menuju terhentinya dukkha.
Pemahaman mengenai empat kesunyataan mulia yang didasarkan pada konsep datang dan buktikan (ehipssiko), yang diajarkan oleh Sang Buddha.  Dalam jalan mulia berunsur delapan dijelaskan mengenai sila, sammadhi dan panna. Didalam penjelasnya pengertian benar tidak berdiri sendiri melainkan ada ruas jalan mulia lainnya yang mendukungnya.
Ruas itu adalah pikiran benar yang melepaskan nafsu keduniawian pun sagat mendukung untuk dapat memahami empat kebenaran mulia. Pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih dan pikiran yang bebas dari kekerasaan, keangkuhan dan keegoisan diri. Dari hal ini, pengertian benar atau pandangan benar dan pikiran benar digolongkan dalam kelompok kebijaksanaan (panna). Kelompok lain yang mendukung adalah sila dan Samadhi yang didalamnya terdiri dari ruas-ruas jalan mulia berunsur delapan.

4.1.2.      Pandangan benar (Samma Ditthi) akan hukum kamma

                  Pandangan benar akan memastikan kebenaran pikiran dan keselarasan gagasan. Ketika pikiran dan gagasan menjadi jelas dan bermanfaat, ucapan dan perbuatan akan mengikutinya. Pandangan benar juga menyebabkan seseorang menghentikan usaha yang tanpa hasil dan mnegusahakan daya upaya benar yang membantu mengembangkan perhatian benar. Daya upaya benar dan perhatian benar, dengan dibantu oleh pandangan benar maka menyebabkan unsur-usnsur lain dari jalan mulia berunsur delapan dapat bergerak ke dalam hubungan yang tepat.
              Pandangan benar dengan penalaran biasa, setelah seseorang mempelajari Buddha Dhamma maka dapat menyimpulkan , bahwa kamma kita sendiri sangatlah mempengaruhi keberadaan dan kehidupan dari satu makhluk. Umat Buddha dapat mengetahui secara garis besarnya mengenai cara kerja hukum karma sebagaimana dijelaskan oleh Sang Buddha.
               Meyakini bahwa hukum kamma, pada umumnya mempengaruhi semua keadaan suatu mahkluk dimana semua keadaan adalah sebagai akibat dari kamma kita sendiri. Pengertian benar akan keyakinan terhadap hukum-hukum kamma, meliputi:

4.1.2.1.Kamma sebagai milik atau harta (kammassaka)
4.1.2.2.Kamma sebagai warisan (kammadayada)
4.1.2.3.Kamma yang melahirkan (kammayoni)
4.1.2.4.Kamma sebagai kerabat (kammabandhu)
4.1.2.5.Kamma sebagai pelindung (kammappatissarana)
                    Kamma atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam kehidupan yang lalu maupun yang sekarang merupakan aset atau kekayaan dari mahkluk itu sendiri. Karena apa yang telah kita perbuat pasti aka nada akibatnya. Kamma atau perbuatan kita merupakan timbunan harta kita yang dapat kita pake saat kita butuhkan, yaitu kapan saat yang tepat kamma itu akan memberikan hasilnya. Baik atau buruk tergantung dengan perbuatan yang telah kita lakukan.
                     Kamma atau perbuatan sebagai warisan, yaitu perbuatan baik atau buruk yang telah kita perbuat akan menghasilkan atau akan ada konsekuensinya. Apa bila kita berbuat baik maka kita akan mendapat kebaikan dan apa bila kita berbuat jahat maka kita akan mendapat penderitaan. Kosep ini jelas akan berlaku kesemua mahkluk dan tidak akan selesai sebelum rantai dari perbuatan kita habis. Perbutan yang dilakukan dikehidupan masa lalu merupakan warisan untuk kehidupan sekarang. Kamma atau perbuatan yang dilakukan pada kehidupan sekarang merupakan warisan untuk kehidupan yang mendatang.
       Kamma adalah yang melahirkan, mahkluk yang terlahir merupakan hasil atau akibat dari perbuatan mereka sendiri. Mahkluk tidak akan terlahir pun karena hasil dari perbuatan atau usaha mereka sendiri untuk menghentikannya. Jadi dalam kotbahnya mengenai pemancaran brahmavihara dan kalimat perenungan, Sang Buddha menjelaskan bahwa mahkluk terlahir dari perbuatannya sendiri baik atau buruk perbuatan yang mereka lakukan itulah yang akan menyebabkan mahkluk dapat terlahir dan tidak terlahir.
                    Kamma sebagai kerabat yaitu, kita akan hidup bahagia atau menderita itu tergantung pada perbuatan yang telah kita lakukan. Orang tua, kakak, adik, bahkan teman baik pun tidak dapat menjadi kerabat saat pebutan kita mulai menunjukan hasilnya. Mereka hanyalah menjadi saudara dan kerabat saat kita masih didunia. Namun pada kenyataanya mereka pun tidak akan bisa membantu kita saat kita dihadapakan pada konsekuensi hukum kamma. Hanya perbuatan kita baik atau buruk perbuatan itu, itulah yang akan menjaga dan menjadi kerabat yang tidak akan pernah meninggalkan kita.
               Kamma sebagai pelindung adalah, bahwa setiap perbuatan yang dilakukan akan menimbulkan akibat ini adalah kosep hukum kamma yang sudah tidak bisa ditukar dengan apapun. Orang akan terlidung oleh perbuatannya sendiri, akan mengalami kemalangan pun karena perbuatanya sendiri. Hal ini sudah mutlak adanya harata kekayaan pun tidak akan mampu menghapus semua perbuat-perbuatan yang telah dilakukan oleh seseorang.
                      Dari kelima pemahaman mengenai perbuatan (kamma), maka seseorang akan memahami pengertian banar dengan baik, tanpa harus bersepekulasi kehal-hal yang kuarang rasional. Pada kenyataanya manusia hidup dan tercipta karena deorongan nafsu keinginan yang terus berlangsung. Yang tidak kalah pentingnya adalah peranan perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan baik dalam kehidupan masa lalu maupun masa sekarang. Bahwa perbuatan akan menjadi harta, warisan, melahirkan, kerabat, dan pelindung bagi yang memilikinya.
4.1.3.      Pandangan benar (Samma Ditthi)  mengenai Tilakkhana

Pengetahuan yang tinggi akan menghasilkan cara berpikir yang lebih maju, sehingga dengan demikian pandangan hidup kita akan lebih jelas dan keyakina akan bertambah kuat. Pengertian atau pandangan seseorang akan menjadi sempurna pada saat ia mencapai pembebasan mutlak atau nibbana.
Tilakkhana atau tiga corak umum itu adalah tiga keadaan yang mencengkeram segala sesuatu yang ada didalam alam semesta. Keadaan universal ini  menjadi dasar ajaran Sang Buddha. Pada tingkat ini, pandangan benar telah berkembang pada tingkat yang paling tinggi. Pengetahuan tentang kebanaran telah direalisasi, serta menyadari penuh bahwa pandangan atau pengertian dari segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal (anicca). Menyadari dengan sempurna bahwa, ketidak kekalan segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak meyenangkan (dukkha). Sebab segala sesuatu yang berkondisi adalah  tanpa suatu jiwa atau aku yang kekal (anatta). Dari pemahaman ketiga keadaan diatas, maka pandangan benar akan terus meningkat dan keyakinan kita pun akan semakin kuat terhadap ajaran Buddha.
4.2. Relevensi Pandangan benar (Samma ditthi) terhadap Aksi Terorisme


     Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi aksi teroroisme, salah satunya adalah dengan cara berpandangan benar (samma ditthi). Upaya itu dapat diterangkan dan dipahami melalui penerapan suatu kegiatan keagamaan misalnya, sebagai berikut:
4.2.1.      Pembelajaran Secara Teori

Pembelajaran Dhamma secara teori dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:


4.2.1.1.Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah

          Kegiatan pembelajaran secara formal dilakukan di sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga atas. Pendidikan Agama Buddha yang dilakukan oleh guru-guru agama Buddha hendaknya lebih ditekankan pada pokok-pokok ajaran sang Buddha yang salah satunya adalah jalan mulia berunsur delapan. Konsep mengenai pandangan benar di jabarkan secara sistematis, sehingga mudah dipahami siswa yang merupakan penerus atau generasi umat Buddha. Disamping itu pembelajaran yang diberikan pada siswa  hendaknya berpedoman pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan Nasional, sebagai panduan bagi para guru dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dapat terlaksana secara sistematis dan mencapai tujuan dari pembelajaran.

4.2.1.1.1.      Ceramah Dhamma

 Dewasa ini program baca paritta atau ceramah damma sering dilakukan di rumah umat. Model pembelajaran ini adalah model bergilir yang sering dilakukan umat Buddha diperkampungan yang tidak memiliki sarana ibadah seperti vihara. Namun bagi tempat-tempat yang memiliki sarana ibadah biasanya kegiatan pembelajaran dengan ceramah sering dilakukan di vihara. yang disampaikan oleh pandita atau tokoh agama. Ceramah yang diberikan adalah biasanya berkenaan ajaran dari Sang Buddha yang hendaknya ditiru dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan pemahaman mengenai pandangan benar (samma ditthi) yaitu dengan memberikan pengetahuan pokok-pokok ajaran agama Buddha salah satunya yaitu jalan mulia berunsur delapan. Ceramah ini hendaknya diterapkan di semua kalangan mulai dari yang intelektualnya rendah hingga yang intelektualnya tinggi. Dengan model penyampaian yang sederhana maka akan mudah di mengerti oleh orang yang mendengarkannya.

4.2.1.1.2.      Sekolah Minggu bagi Usia Dini

  Kegiatan sekolah minggu memiliki peranan penting dalam penanaman konsep pandangan benar bagi anak-anak usia dini. Dengan tujuan mereka dapat memahami ajaran Buddha tanpa salah pandang. Proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan hendaknya diterapkan dalam kegiatan ini, agar anak tidak mengalami kejenuhan atau bosan untuk belajar Dhamma. Hal seperti ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan psikologis anak, misalkan untuk anak dibawah lima tahun dengan cerita-cerita Jataka lengkap dengan gambarnya.

4.2.2.      Pembelajaran secara praktik


 Untuk meningkatkan pemahaman mengenai pandangan benar (samma ditthi) dalam agama Buddha mempunyai banyak cara atau metode. Memiliki suatu pandangan yang benar merupakan suatu pondasi yang kuat untuk selalu berjalan diajaran Buddha atau Dhamma. Agama Buddha adalah agama yang memiliki suatu konsep keyakinan terhadap jalan mulia berunsur delapan sebagai jalan untuk menuju pembebasan (nibbana). Keyakinan disini tidak memaksa tetapi buktikan kebenaranya. Untuk membuktikan kebenaran dari konsep pandangan benar (Samma ditthi)  yang diajrkan oleh Sang Buddha dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ini:

4.2.2.1. Mengadakan Program Meditasi


  Meditasi adalah metode yang ditemukan dan digunakan oleh Sang Buddha untuk mencapai penerangan sempurna, namun dewasa ini tidak sedikit umat non Buddhis yang mempraktikkan meditasi untuk kemajuan spiritualnya dan buat penyembuhan penyakit. Dari sini bisa dibuktikan bahwa meditasi memiliki manfaat yang sangat besar untuk kehidupan manusia pada khususnya.
Pelatihan meditasi secara rutin akan membuahkan hasil yang luar biasa, yang tak ternilai harganya seperti hasil pencapaian  Sang Buddha yaitu nibbana. Kemajuan batin seseorang bisa terus berkembang apa bila dilatih secara terus menerus hingga tercapainya tingkat-tingkat kesucian dan Nibbana.
Cara yang efektif ini bisa dilakukan oleh seluruh lapisan umat Buddha tanpa memandang tinggi rendahnya setatus sosisal, tetapi semangat dan kemauanlah yang akan membawa seseorang mencapai tingkat kesucian dan Nibbana. Untuk mencapai nibbana tidak hanya melakukan meditasi saja tetapi sila dan panna serta unsur Samadhi lainnya pun sangat mendukung.
Orang yang berpandangan benar adalah orang yang dapat memhami empat kebenaran mulia. Pikiran benar merupakan pikiran yang melepaskan nafsu kedunawiaan ini adalah kebjijaksanaan tertinggi (panna). Ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar merupakan sila yang mutlak harus dijalankan untuk mendukung ruas lainnya yang ada di jalan mulia berunsur delapan. Disamping itu daya upaya benar, perhatian benar, dan Samadhi benar merupakan kelompok Samadhi yang harus dipraktikkan.

4.2.2.2. Mengadakan Program Pabbajja Samanera dan Samaneri


 Pelatihan sepuluh sila ini bisa dilakukan oleh seluruh umat Buddha yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi Samanera dan Samaneri. Wanita dan pria disini selain menjalankan lima sila yang wajib dijalankan oleh umat awam, juga harus menjalankan lima sila yang selanjutnya sampai sila yang dijalankan genap menjadi sepuluh sila. Program Pabbajja, di Indonesia biasa diselengarakan pada masa menjelang hari Tri Suci Waisak. Program ini sangat jarang sekali diadakan, tidak sedikit umat Buddha yang ada didaerah tidak begitu tau apa itu Pabbajja dan apa manfaat dari program Pabbajja itu sendiri.
Dari kegiatan ini secara tidak langsung kita telah berlatih menjalankan dhamma. Jalan mulia berusur delapan secara tidak langsung dipraktikan. Apa bila hal ini berlanjut terus maka tidak menutup kemungkinan orang dapat mencapai tingkat kesucian bahkan nibbana.

4.3. Aksi terorisme berdasarkan konsep pandangan benar (Samma ditthi)

                    Konsep sebuah pengorbanan untuk membela agamanya dari segala bentuk diskriminasi, suatu kepercayaan adalah dengan cara menjunjung tinggi ajaran itu sendiri. Tidak sedikit orang mau mengorbankan dirinya untuk kepentingan agamanya. Mengusung misi membela agamanya dari tidakan-tindakan yang melanggar ajaranya sering dijadikan alasan. Ajaran yang benar berdasarkan kitab suci sering disalah tafsirkan oleh sebagian penganutnya. Sifat fanatikisme yang berlebihan terhadap suatu ajaran kadang menimbulkanan pandangan salah (micca ditthi). Pandangan salah seperti seperti inilah yang perlu diluruskan.
 Untuk mengatasi permasalahan diatas, agama Buddha mempunyai cara yang sangat efektif untuk mengatasinya. Upaya yang dapat ditempuh oleh umat Buddha, agar umatnya tidak memiliki pandangan keliru (micca ditthi) dan selalu perpandangan yang benar (samma ditthi), sebagaimana dijelaskan oleh Sang Buddha. Berikut ini adalah aksi terorisme ditinjau dari konsep pandangan benar (samma ditthi) yaitu sebagai berikut:

4.3.1.      Aksi terorisme sebagai praktik ajaran yang salah

  Permasalahan yang muncul yaitu kosep pandangan salah atau keliru. Hal ini menyebabkan seseorang salah tafsir dengan ajaran yang dipercayainya akan memberi berkah dan kebahagiaan. Hal ini bisa muncul karena seseorang salah pandang  baik yang muncul dari dalam diri pribadi individu tersebut (intern) maupun yang berasal dari luar individu tersebut (ekstern).
Kegiatan perusakan seperti pengeboman yang dilakukan oleh teroris merupakan salah satu bentu kekeliruan. Dimana orang beranggapan bahwa dengan cara menghacurkan tempat atau orang yang dianggap telah melanggar ajaranya itu merupakan perbuatan terpuji. Teroris selalu mengatas namakan agama dalam melakukan aksinya. Hal ini membuktikan bahwa tidak sedikit orang yang beragapan dengan cara kekerasanlah kezaliman dapat dilawan.
Semua agama dan ajarannya pada intinya mengjarkan kebaikan, tanpa menyakiti satu sama lain. Hal ini jelas tersirat dalam kitab sucin dan wahyunya kepada para nabinya. Dari hal ini pula agama Buddha mengenalkan konsep pandangan benar, yaitu suatu pandangan yang terbabas dari loba, dosa, dan moha.
Dapat kita tinjau kembali beberapa hal yang dapat menyebabkan orang memiliki pandangan salah (micca ditthi) yaitu : kurangnya pengertian dan pemahaman konsep pandangan benar (samma ditthi), pengalaman spiritual yang kurang dan rendah, peranan Dharmaduta dan cedekiawan Buddhis yang kurang merata di berbagai tempat dan kurangnya semangat (Viriya) untuk mempelajari Dhamma secara teori dan praktik, serta beranggapan bahwa Dhamma itu sulit dipelajari dan dipraktikkan.
Hal lain yang lebih mendasar yaitu kosep pandangan benar (samma ditthi) mengenai pengorbanan dalam agama Buddha tidak diterangkan secara matang, yaitu mengenai: berdana, bersusila, meditasi, rendah hati dan hormat, berbakti, membagi kebahagiaan dengan orang lain, mendengarkan Dhamma, menyebarkan dhamma, dan meluruskan pandangan keliru atau micca ditthi.
Pandangan benar (samma ditthi) adalah suatu pandangan yang integral, menyeluruh dan mendalam kedalam relitas yang sesungguhnya. Mengerti hal yang tidak bermanfaat dan tahu akar dari hal yang tidak bermanfaat merupakan pemahaman yang benar. Diharapkan dengan adanya konsep pandangan benar (samma ditthi), maka seseorang dapat memahami dan mengerti hakikat dari sebuah pengorbanan diri. Sehingga aksi kekerasan, permusuhan, pertikaian, dan keegoisan  atau aksi teroris tidak akan muncul di dunia. Paham-paham kekerasan tidak bisa berkembang dan akan hilang dengan sendirinya.
Aksi-aksi anarkis seperti yang dilakukan oleh para teroroisme tidak akan ada. Dimana orang dapat mempraktikkan ajaran agamanya tanpa rasa fanatikisme berlebihan (militansi). Pemahaman pandangan benar yang terdapat dalam jalan mulia berunsur delapan sangat efektif untuk mengatasi segala bentuk padangan yang menyesatkan, merugikan, menimbulkan kebencian, dan merasa dirinyalah yang paling benar.

4.3.1.1. Konsep Berkorban sebagai aksi kekerasan

      Munculnya paham kekerasan yang sadis dan menyebabkan kematian masal merupakana dampak dari pola pikir manusia yang semakin lama semakin maju. Kemajuan teknologi dan pola pikir manusialah yang menyebabkan muculnya suatu pemahaman yang homogen terhadap suatu kepercayaan. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki banyak kepercayaan. Misalnya saja yang disahkan oleh negara, ada enam kepercayaan atau  enam agama.
      Masing-masing agama memiliki ajaran dan cara untuk membela agamanya dari segala bentuk diskriminasi agama. Ajaran merupakan konsep hidup yang baik, namun tidak baik apa bila konsep itu disalah artikan dan dipraktikkan dengan salah, bila merugikan orang lain, masyarakat, atau diri sendiri.
        Istilah Teroris di Indonesia tidaklah asing, berkembangnya paham ini di Indonesia karena, banyak komunitas yang menginginkan suatu keadilan untuk mereka. Teroris yang berkembang saat ini di Indonesia pada khususnya, merupakan sebagian orang yang mempunyai pandangan apa bila ia mengorbankan dirinya untuk agamanya maka mereka akan terlahir di surga.
        Pemahaman seperti itulah yang dikatakan pandangan salah dalam agama Buddha. Dalam ajarannya Sang Buddha menjelaskan bahwa segala yang terbentuk didunia merupakan bauh dari kamma. Mereka terlahir di alam yang menyenangkan atau tidak menyenangkan tergantung pada perbuatan mereka sendiri, baik yang dilakukan melaui ucapan, pikiran, dan perbuatan.
 Buddha tidak pernah mengajarkan umatya untuk melalukkan hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun mahkluk lain. Pengorbanan atau jihad yang diajarkan oleh Buddha adalah dimana manusia sudah melaksanakan sepuluh perbuatan bajik, mereka sudah dikatakan berjihad. Sepuluh perbuatan itu adalah  berdana, bersusila, meditasi, rendah hati dan hormat, berbakti, membagi kebahagiaan dengan orang lain, mendengarkan Dhamma, menyebarkan dhamma, dan meluruskan pandangan keliru atau micca ditti.
  Agama Buddha percaya bahwa pandangan benar yang ada dapat mengatasi aksi para terorisme yang ada saat ini. Pemahaman  pandangan yang keliru hendaknya diluruskan agar tidak berkembang paham-paham kekerasan lainnya. Pandangan benar disini adalah pengetahuan tentang empat kebenaran mulia dan tiga corak umum yang mencengkram semua keadaan yang ada. orang yang memiliki pandangan benar, maka dia tidak akan melakukan betuk atau perintah tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Pembuktian merupakan cara yang paling tepat untuk meneliti sebuah ajaran, tidak percaya begitu saja dan mempraktikkan secara membuta.
 BAB V
PENUTUP

5.    1.  Simpulan

Faktor  yang dapat mempengaruhi terjadinya aksi terorisme terdiri dari banyak hal. Tetapi setelah melalui pengamatan ternyata peranan pandangan benar (samma ditthi) sangat berpengaruh dalam meminimalisir aksi-aksi terorisme saat ini. Pandangan benar (samma ditthi) adalah salah satu konsep sederhana, yang mudah untuk dipahami oleh umat Buddha dan umat agama lain. Sehubungan Aksi Terorisme Di Tinjau Berdasarkan Konsep Pandangan Benar (Samma Ditthi) adalah sebagai berikut:
5.1.1.      Pemahaman tentang konsep pandangan benar (samma ditthi) yang terkandung dalam jalan mulia berunsur delapan secara baik dan tidak salah pandang. Dimana nilai-nilai dari delapan ruas yang ada dalam jalan mulia berunsur delapan memiliki makna dan arti yang berbeda-beda. Jalan mulia berunsur delapan merupakan rangkaian jalan yang harus dilaksanakan oleh seseorang agar dapat mencapai kebahagiaan sejati (nibbana). Terbagi menjadi tiga bagian yaitu Sila, Sammadhi, dan Panna yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Nilai-nilai ini memiliki peranan yang penting dalam memerangi aksi terorisme terutama ruas pandangan benar (samma ditthi). Di jelaskan pula bahwa orang yang berpandangan salah (micca ditthi) pasti akan melakukan hal yang dapat merugikan diri sendiri mau pun orang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh para teroris.
5.1.2.      Relevansinya Pandangan Benar (samma ditthi) terhadap aksi terorisme yaitu bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Apabila orang berpandangan salah maka akan menimbulkan masalah, merugikan diri sendiri dan orang lain. Tetapi apa bila orang tidak berpandangan salah maka aksi pengeboman, perselisihan, salah paham, pertikaian, dan kekerasan tidak akan terjadi dunia. Dari kegiatan-kegiatan seperti kegiatan keagamaan yang bisa dilakukan dengan cara memotivasi umat Buddha untuk selalu melaksanakan dhamma dan berpandangan benar. Dari hal inilah akan terlihat dan terbukti apa yang diajarkan oleh Sang Buddha itu benar adanya. Dan bila orang sudah mengerti bahwa ajaran Buddha itu nyata, maka semua ajarannya termasuk kotbah samma ditthi sutta ini dapat dibuktikan kebenarannya.
5.1.3.      Peranan pandangan benar (samma ditthi) dalam upaya mengikis aksi terorisme. Agama Buddha adalah agama yang mempunyai konsep ehipassiko dimana, seseorang harus membuktikan langsung ajaran dari Buddha Gaotama. Dengan cara menjalankan jalan mulia berunsur delapan yang salah satunya adalah memahami konsep pandangan benar (samma ditthi). Dari konsep inilah, umat Buddha mempunyai cara untuk mengatasi pandangan salah (micca ditthi) yang mucul baik masa Buddha mau pun masa sekarang, namun kosep pandangan benar masih tetap relevan untuk mengatasinya.


5.2.      Implikasi

Dari seluruh pengkajian dan penelitian kepustakaan litelatur ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi serta pemahaman yang  baik bagi kalangan masyarakat Buddhis pada khususnya maupun bagi kalangan masyarakat luas tentang Aksi Terorime di tinjau Berdasarkan Konsep Pandangan benar. Dengan Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu penelitian kepustakaan, masyarakat Buddhis pada khususnya mampu meningkatkan pengertian serta dapat memahami konsep pandangan benar (samma ditthi) dalam upaya mengikis pandangan dan aksi terorisme.
 Dari penelitian ini penulis berharap agar para cendekiawan Buddhis seperti Dhammaduta, guru agama Buddha, dan anggota sangha hendaknya dapat menyampaikan pengertian mengenai konsep pandangan benar (samma ditthi) seperti apa yang disampaikan oleh sang Buddha. Melalui pemahaman ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan keyakinan (saddha) umat Buddha khususnya pada jalan mulia berunsur delapan, Kususnya pandangan benar (samma ditthi).
Tidak sedikit umat Buddha yang belum memahami tentang pandangan benar (samma ditthi) dan esensinya, sehingga banyak dari mereka yang pemahamannya sangat rendah. Pemahaman yang dimiliki orang tua dalam hal ini, juga berpengaruh pada keyakinan yang dimiliki oleh anaknya. Orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama hendaknya memahami Dhamma sebagai pengetahuan sehingga bermanfat untuk mendidik anak-anaknya agar mampu menumbuhkan keyakinan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Disini penulis berharap agar orang tua mampu membimbing anak mereka agar tekun dan rajin untuk melakukan perbuatan baik (kusala kamma) sebagai bentuk keyakinannya pada ajaran sang Buddha yaitu jalan mulia berunsur delapan.
  Di vihara-vihara, sekarang banyak kegiatan yang dikhususkan untuk orang tua. Hal ini dilakukan agar para orang tua yang belum paham akan ajaran Buddha, bisa mengerti dan memahami sehingga mereka dapat mengarahkan anak-anak mereka pada sistem kepercayaan yang orang tuanya anut. Dengan demikian eksistensi agama Buddha Khususnya di Indonesia dapat berkembang sebagai mana ajaran agama lain.
  Untuk mengatasi aksi-aksi terorisme yang semakin meresahkan, agama Buddha mempunyai cara yang sangat efektif yaitu dengan memahami pandangan benar (samma ditthi). Apa bila hal ini diyakini dengan pengertian benar maka akan menunjukan kekuatan dari apa yang sudah disampaikan oleh sang Budddha.
             Pengetahuan tentang pandangan benar diharapkan dapat mengatasi segala bentuk aksi para teroris. Dimana konsep ini bisa ditanamkan keseluruh lapisan umat Buddha, yaitu dengan cara penyampaian yang disesuaikan dengan umur dan latar belakang pendidikkan dari umat Buddha yang akan diberikan penjelasan mengenai konsep pandangan benar. Agar apa yang menjadi harapan dari hal ini aksi teror tidak akan ada lagi di Indonesia bahkan di dunia.
              Dhamma ajaran Sang Buddha dibabarkan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk. Kebahagiaan dan kesejahteraan ini tidak mungkin terwujud apa bila seseorang atau umat Buddha tidak mempunyai pandangan benar (samma ditthi). Buddha mengajarkan Dhammanya dengan cara berkotbah salah satu kotbah yang membahas tentang jalan mulia berunsur delapan. Di sutta inilah Sang Buddha menjelaskan mengenai pandangan benar (samma ditthi) serta unsur-unsur lainnya yang terdapat dalam jalan tengah. kekuatan dari Tiratana yang mampu melenyapkan tiga bencana besar di kota Vesali pada waktu itu.
             Sutta ini adalah sutta yang dibabarkan kepada lima orang pertapa. Peranan pandangan benar sangat penting, karena dengan pandangan benarlah orang tidak akan melakukan suatu perbuatan salah berdasarkan pandangan salah mereka. Tidak salah pandang disini adalah orang yang melakukan perbuatan, yang melakukan perbuatan buruk yang merugikan banyak pihak seperti yang dilakukan oleh terorisme.
         Umat Buddha yang benar-benar memahami kosep samma ditthi atau pandangan banar, jelas dalam pemikiranya tidak akan mencelakai orang lain dengan dalil agama yang dianutnya. Kasus atau aksi teroris di Indonesia tidak akan terjadi sampai menelan korban yang banyak. Apabila manusia dapat memahami ajaran Buddha sebagai mana adanya, maka bentuk teror atau aksi kejahatan lainya tidak akan pernah terjadi.
        Yang perlu disadari oleh seluruh umat Buddha adalah ajaran Sang Buddha (Dhamma) itu indah pada awalnya, indah pada pertengahan, dan indah pada akhirnya. Sehingga mereka yang dapat menjalankan dan mempraktikan Dhamma akan merasa bahagia, karena disinilah mereka akan merasakan keindahan dari ajaran yang dibabarkan olah Sang Buddha demi kebahagiaan semua mahkluk.
        Mereka yang mengenal dan mempraktikan Dhamma akan merasakan keindahan dari apa yang didapat, yang bisa dirasakan dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang. Orang akan memuja dan mengagungkan Sang Buddha sebagai guru yang telah memberikan jalan untuk menuju kebahagiaan.
           
5.3.      Saran
       Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran kepada seluruh umat Buddha khususnya para guru agama Buddha, Dhammaduta, Pandita, para anggota Sangha dalam menyampaikan Dhamma hendaknya menyampaikan jalan mulia berunsur delapan kususnya pandangan benar (samma ditthi), yang dianggap sangat perlu umat Buddha ketahui, misalnya dengan cara menjelaskan pengertiannya. Contoh dari Sutta yang perlu dipahami oleh umat Buddha adalah samma ditthi sutta, yaitu sutta yang membahas tentang pandangan benar. Umat yang memahami Sutta ini secara otomatis dalam dirinya akan tertanam keyakinan yang kuat, pengetahuan mengenai pandangan benar akan semakin meningkat dan tidak membuta karena umat yakin berdasarkan pengertian yang benar. Pandangan benar seperti inilah yang diharapkan oleh Sang Buddha. Pandangan benar (samma ditthi) yang melalui penyelidikan bukan asal percaya tetapi dibuktikan kebenarannya.
  Untuk dapat mengoptimalkan peranan dari pandangan benar (samma ditthi), seorang cedekiawan Buddhis mencakup: Guru Agama, Dharmaduta, Pandita atau anggota Sangha hendaknya berupaya seperti menceritakan sejarah dibabarkannya dhamma, Menjelaskan pengertian Sutta, Mejelaskan esensi dari Dhamma yang dapat membawa makhluk hidup bebas dari penderitaan atau mencapai nibbana. 




  









Tidak ada komentar:

Posting Komentar